2/17/11

Indonesia, negara yang santai

Pemerintah dan tokoh-tokoh nasional terkesan sangat subyektif dalam menyalahkan kebobrokan moral pemuda di negeri ini. Mereka menganggap menghindar dari kemaksiatan itu mudah. Sangat kurang kesadaran akan perbedaan era dan pengaruh yang masuk antara pemuda dan orang tua.
Pengaruh media
Tak seperti dulu, media sebagai pengaruh utama saat ini, sudah mengacu pada kepentingan politik dan bisnis semata. Bisa kita lihat di media massa saat ini, cetak maupun elektronik, pendidikan apa yang telah diajarkan? Doktrin secara tidak langsung untuk mengabaikan inner beauty.
Hiburan-hiburan yang ditampilkan hanya membuat pemuda dan anak sekedar mampu bermimpi, bukan berpikir. Berkhayal akan asiknya hubungan antar lawan jenis, begitu menghalalkan ciuman dan pelukan. Namun, mereka buta akan makna dan hikmah dari kehidupan nyata. Mengurung mereka dalam kehidupan anak kecil, maturity just a theory for them.
Sudah jarang kita lihat acara cerdas cermat atau kisah sejarah, kalau adapun akan diabaikan karena lebih didominasi sinetron yang menampilkan wanita cantik dan lelaki tampan. Beberapa media pula hanya merekayasa sebuah isu agar membingungkan rakyat, menegatifkan pikiran kita terhadap orang, dan mengajarkan argumentasi untuk debat kusir.
Efek pembangunan di Persaingan Bebas
Kurikulum pendidikan kita kini berasalan student centered learning, maksudnya agar pelajar kita lebih mandiri.  Tapi malah yang ada masuk guru-guru tak berkualitas yang santai. Peribahasa yang satu ini memang kasar, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Guru hanya sebuah profesi, bukan lagi gelar kehormatan.
Sebenarnya kita belum siap masuk persaingan bebas. Pembentukan pola pikir kita masih belum sempurna. Namun, kini uang yang berbicara.
Lapangan sepak bola yang sebenarnya tempat cukup positif, malah dijadikan taman kota. Manfaatnya memang penghijauan, tapi ada saja pasangan muda-mudi yang menjadikannya sebagai pelarian jam sekolah. Seakan-akan itu wajar saja kita memandangnya.

Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Tak salah pemerintah kini mau memblokir pornografi. Namun, kalau gak ngebokep mereka mau ngapain, masa langsung  'mempraktekkannya'?? Jika mereka sibuk akan suatu hal yang lain, mungkin sekedar update status di jejaring sosial mereka takkan sempat.
Realita di media dan hasil pembangunan, negara ini memang memfasilitasi kita untuk santai. Santai memang perlu, tapi ada sibuknya dulu dan berhasil kalau perlu. Enjoy Indonesia !

2/15/11

Mr. & Mrs. Skill

Pagi awal semester 2 ini lagi-lagi diceramahi tentang softskill. Kalau dulu dari jurusan, kali ini langsung dari pihak ITS pusat. Sebuah pertemuan yang diadakan BEM ITS untuk sosialisai SKEM, satuan kegiatan ekstrakulikuler mahasiswa.
SKEM adalah sebuah progam ITS untuk meningkatkan dan mengapresiasi kegiatan mahasiswa yang positif di luar perkuliahan formal. Setiap kegiatan ekstra yang dilaksanakan selama aktif menjadi seorang mahasiswa, mereka mendapatkan poin SKEM tertentu dengan menunjukkan bukti partisipasi (sertifikat atau surat tugas). ITS sendiri menjadikan 1000 poin SKEM sebagai syarat sah diwisudanya S1, sedangkan untuk D3 sejumlah 750.
Soft-skill & Hard-skill, who are they?
Soft-skill adalah segala bentuk kompetensi yang mengarah kepada kepribadian, attitude, dan kesehatan pola berpikir. Contoh dari soft-skill diantaranya kepemimpinan dan mempengaruhi, mampu bekerja sama dan beradaptasi, etika dan integritas, kemampuan berkomunikasi, menarik perhatian dan berempati, berpikir positif dan memunculkan ide baru, dls.
Hard-skill adalah kapabilitas yang setiap individu akan bawa ke dalam lingkungan sebaga core manfaat. Hard-skill setiap orang berbeda-beda, mereka akan saling melengkapi. Contohnya ada kemampuan berhitung, menganalisa, merancang, membangun, eksekusi, memasarkan, birokrasi, dls. Tinggal disesuaikan pada lingkup aktivitas bisnisnya.
Soft-skill vs Hard-skill
Topik ini masih cukup hangat dibilangan pasar SDM terkini. Hasil riset menunjukkan bahwa soft-skill seorang pelamar kerja berperngaruh 80%, sedangkan apa yang kita pelajari selama kuliah hanya dilirik 20% saja. Hal ini berlaku juga jika kita ingin 'melamar' menjadi wirausaha sukses, maksudnya usaha yang dibangun sukses ternyata dilatarbelakangi oleh entrepreneur yang soft-skill-nya mumpuni. Ingat, buka usaha itu bukan sekedar ada barang, tapi juga harus dijual.
Pengembagan soft-skill di ITS
Presiden BEM ITS, Dalu Nuzlul Kirom, dalam sambutannya memaparkan bahwa IP yang tertera dalam ijazah hanya akan mengantarkan kita sampai meja interview, selanjutnya ditentukan dari apa yang keluar dari mulut dan gerak-gerik kita selama berhadapan dengan interviewer. Menurutnya, tanpa SKEM pun harusnya mahasiswa antusias ikut ekstra ini-itu, toh ini untuk dirinya sendiri juga. Tentu tetap mengutamakan studi yang diambil.
Pembantu Rektor III, Prof. Suasmoro, yang menangani konsep SKEM di ITS ini memberikan alasan mengapa SKEM jadi penting diperhatikan, bagi mahasiswa dan institusi. Sebenarnya ini kemauannya stakeholder, ITS ini pabrik SDM. Pengembangan soft-skill pada teknisnya ITS membagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu: Penalaran dan Keilmuan, Minat dan Bakat, Organisasi dan Manajemen, dan Kepedulian Sosial.
Kesimpulan
Kita semua pasti ingin mempunyai ayah dan ibu pada waktu yang bersamaan, mohon maaf sebelumnya atas analogi saya bagi yang ayah/ibunya telah tiada. Begitulah Mr. & Mrs. Skill, mereka bisa jadi orang tua untuk membimbing kita menjadi manfaat bagi lingkungan.
Analogi lain, soft-skill adalah body, interior, dan aksesoris mobil sedangkan hard-skill adalah mesinnya. Percuma mesinnya canggih, kencang, irit, eco-friendly tapi memalukan untuk dinaiki karena body dan interiornya yang jelek. Kita pun tak mau jadi mobil yang bagus body dan interiornya, tapi sering mogok, boros bahan bakar, dan gak bisa ngebut.