12/30/11

Jaringan lebih dalam (2)

Masih karena DMJ, kali ini survei untuk FP. Janji saya untuk cerita dari postingan sebelumnya.
Survei DMJ ke Telkom Surabaya
Telkom Solution House (TSH), Ketintang, Surabaya
Kalau sebelumnya yang sharing datang ke kampus, kali ini saya dan salah satu teman sekelompok, Erina Siska, yang mendatangi yang sharing. Bertempat di daerah Ketintang, tujuan survei saya adalah untuk mengetahui bagaimana Telkom Solution men-solusi-kan berbagai kebutuhan IT pelanggannya, terutama terkait jaringan. Sebenarnya tugas kelompok saya adalah mengetahui bentuk jaringan perusahaan, tapi... Telkom Solution bukanlah perusahaan, melainkan produk layanan Telkom untuk IT Solution bagi korporasi. Masih bernaung penuh di Telkom di bawah Divisi Enterprise Service (Dives). Artinya, jaringannya ya berarti jaringannya Telkom secara keseluruhan. Sedangkan tema FP kami adalah Industri Kreatif/Production House/Software House, asumsi kami IT Solution termasuk.
Pihak Telkom menerima kami cukup baik, kami diberikan penjelasan oleh Bu Tatik dan Pak Hidayat. Saya tidak akan banyak menceritakan penjelasan teknis yang kami dapat, tapi beberapa pembelajaran baru yang belum tentu didapat di kampus. Inilah enaknya ke lapangan, ternyata berbeda jauh dari sekedar cerita di kampus, walaupun tidak kontras.
Begitu bertemu Bu Tatik pertama kali, tidak ada tampang orang teknis sama sekali, Ia orang marketing. Namun, begitu kita bilang kita butuh topologi jaringan, Ia langsung minta kertas dan sekejap kertas putih polos terisi gambar topologi jaringan yang di-provide Telkom untuk pelanggan kelas korporasi. Contohnya VPN IP, Metro-E, dan AstiNet. Walaupun di kuliah sudah pernah dijelaskan, tapi disitu saya baru ngeh maksudnya public network dan private network.
Private network adalah pembuatan jaringan berupa 'jalan pribadi' bagi suatu perusahaan -contohnya-, hanya bisa dimasuki dan dilewati oleh internal perusahaan. Produk-produk jaringan yang sudah saya sebutkan tadi disebut juga jasa link ke backbone Telkom. Sebagai contoh, jaringan internal perusahaan bukan dioper melalui internet ataupun server sendiri secara langsung, tapi ke Telkom dulu melalui titik-titik backbone-nya. Bayangkan saja jika transaksi internal perusahaan yang besar dan luas harus dilewatkan internet, harus berbagi bandwith dengan siapapun dan jelas tidak aman.
Selanjutnya kami diajak ke Telkom Solution House, semacam showroom berbagai produk unggulan Telkom. Seperti Video Conference, Telepresence, Groovia IPTV, Speedy Monitoring, dll. Kami ditunjukkan peta backbone Telkom. Pak Hidayat membuktikan bahwa Telkom-lah yang memang mempunyai jaringan reliable skala nasional.
Peta Backbone Telkom
Kenapa? Telkom jarang mau menggunakan media transmisi radio untuk jaringan, karena murahan, untuk internal bahkan dijual. Walaupun beresiko kalah saing dengan penyedia jasa IT Solution lain karena harga, Telkom mengutamakan kualitas bagi pelanggannya. "Misalnya gini, untuk luas jangkauan yang sama kita taro harga 10 tapi pakai fiber optic, daripada yang lainnya taro 8 tapi radio?" tegas Pak Hidayat. Terkadang pelanggan tergiur harga murah saja.
Melihat peta backbone, untuk koneksi keluar negeri Telkom bekerja sama dengan Singapur dan Hong Kong. Pertanyaan saya, kenapa tidak dibangun ke Australia? Ternyata selama ini yang menyebabkan kenapa Indonesia tidak bisa jadi titik backbone internet dunia pun karena masalah politik luar negeri yang belum 'sangar'. Indonesia belum mampu memperoleh kepercayan dunia internasional. Jadi, sabar saja jika download dari luar negeri kita masih lambat tidak seperti di Taiwan atau Jepang.
Kami begitu beruntung mendapatkan Bu Tatik dan Pak Hidayat yang sedianya orang marketing menjelaskan  tentang jaringan. Pembelajaran yang sepulang dari sana saya petik adalah, soft-skill ternyata memang tidak bisa terpisahkan dengan hard-skill, saya pernah post tentang hal tersebut sebelumnya.
Pesan Pak Hidayat sebelum pulang buat 'anak komputer' seperti kami sebagai berikut:
"Produk yang saya jual ini -VPN IP, AstiNet, Metro-E- itu cuman pipa, bisnis kecil. Perhatikan, siapa yang memberikan kehidupan, pipa atau air? Jelas airnya. Aku cuman pesen ke kalian, kuliah yang bener, buat kreatifitas, bikin aplikasi-aplikasi yang benefit."
Betapa beruntungnya, memang begitulah yang dijanjikan dan dikonsep jurusan sistem informasi. "They built IT, we make fortune from it."

Jaringan lebih dalam (1)

'Combo attack' untuk telekomunikasi. Setelah sebelumnya belajar telekomunikasi bersama Mas Kiki Ahmadi dari XL Axiata lewat kuliah tamu Desain dan Manajemen Jaringan (DMJ), survei untuk tugas besar atau yang lebih akrab disapa final project (FP) juga di perusahaan telekomunikasi BUMN, siapa lagi kalau bukan Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom).
Kuliah Tamu DMJ
Sharing-sharing bareng Mas Kiki sebelumnya lebih banyak berbicara tentang perkembangan dunia telekomunikasi, jaringan yang hingga saat ini berhasil menghubungkan jutaan node antar belahan dunia. Dulu kalau punya handphone, populer banget sama yang istilahnya roaming. Ternyata roaming itu adalah (kurang lebih) perpindahan data lokasi, terdaftar di base transcevier station (BTS) mana, setiap kali kita bergerak menjahui BTS awal dan mendekati BTS baru. Dulu beberapa perpindahan yang jauh akan dikenakan charge, disebutlah roaming.
Selain itu dalam kuliah tamu juga dibahas mengenai perbedaan GSM dan CDMA. Roaming yang dimiliki GSM-lah pembedanya. Secara geografis, awalnya GSM berkembang di Eropa, sedangkan GSM di Amerika. CDMA lahir setelah GSM, keunggulannya adalah cakupan satu BTS-nya yang lebih luas, hampir 1 kota. Beda mobilitas ekonominya, beda teknologinya. Jarak antar kota yang jauh di Amerika membuat intensitas perpindahan disana cukup minim, sehingga roaming adalah suatu hal yang tidak perlu. Bandingkan dengan di Eropa, negaranya kecil-kecil sehingga jaraknya dekat-dekat, lintas negara dalam hitungan 1x24 jam menjadi hal yang lumrah disana.
Kuliah Tamu belum selesai. Masih ada cerita tentang perkembangan machine-to-machine (M2M) dan Cloud Computing. M2M kurang lebih adalah pertukaran informasi dari mesin ke mesin, contoh pada tracking paket kiriman ekspedisi. Barang cukup diberikan SIM card selayaknya handphone untuk dilacak keberadaanya. Indonesia melalui PLN mengembangkan agar meteran listrik dengan SIM card bisa dicek melalui jaringan dan PLN bisa membuat real-time online billing.
Kalau bicara cloud computing, kurang lebih sama dengan postingan di blog ini sebelumnya. Mas Kiki mencontohkan Google Chrome OS dengan Chromebook-nya. Video ini lebih singkat, padat, dan Jelas memancing maksud cloud computing.
Setelah ini saya bakal cerita 'telecom attack' berikutnya di Telkom. Ikuti ceritanya!

12/20/11

Pengkaderan yang Tertukar


*S: senior
*J: junior
S: “Dek, udah kenal berapa temen-temennya?”
J: *diam*
S: “Terus ngapain ada 5 bulan?”
S: *backsound* “sibuk belajar mas! “gak penting mas!”
Kurang lebih begitulah riuhnya suatu malam dimana mereka seharusnya memupuk mimpi setinggi bintang di langit. Namun, bukan alasan senior melakukan semua itu, *katanya* untuk kader ‘kami’ yang lebih baik. Alhasil, mereka saling kenal dan begitu kompak, sampai… beberapa dari mereka lebih memilih jabatan yang penghasilannya adalah pengalaman. Senior pun jadi dikenal, setidaknya yang setia menggantikan saat mereka seharusnya bermimpi.
Eh, sayang beribu sayang, kini telah aku lewati tahun pertama, kini aku w-a-r-g-a. Sebuah predikat yang ditandai dengan izin memakai jaket di kota terpanas di Indonesia. Semester 3, disinilah mataku benar-benar terbuka.
Cukup bangga karena teman-teman seperjuanganku dulu kini jadi elemen pengkaderan. Orang-orang yang akan ‘membesarkan’ mahasiswa baru (maba) kurang lebih selama setahun untuk nantinya menjadi warga yang baik. Bisa dibilang kayak orang tua atau guru, tapi karena usia mungkin lebih cocok sebagai “kakak”.
Namun, bukan suatu hal yang istimewa jika kita sekelas kuliah dengan mereka. Sama saja, mereka juga mahasiswa. Sama tugas kuliah saja masih banyak ngeluhnya, dan jelas bukan lulusan S-1 apalagi Doktor atau Profesor. Soal pemikiran pengembangan SDM, beberapa dari mereka sering menyalahkan yang sudah lulus S-2.
“Pengkaderan”, inilah kegelisahan sejak lama yang sebenarnya ingin aku tuliskan. Entah kenapa aku merasa berbeda dengan kalian karena hal ini, hati nuraniku tak pernah sepenuhnya setuju.
Elemen pengkaderan biasanya cukup ‘gatel’ buat ikut acara-acara pengembangan SDM, seperti Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM) dengan berbagai tingkatannya. Walaupun hanya ikut Pra-Tingkat Dasar, setahuku disitu diajari mengenai 4 fungsi mahasiswa, silahkan googling sendiri apa saja, tapi jujur isinya bagus!.
Sampai akhirnya pada suatu hari, kuis salah satu matakuliah meyakinkanku untuk menulis titisan emosi ini. Waktu itu datang telat untuk kuis, sehingga aku kebagian duduk di bagian paling belakang. Tiga puluh menit menuju waktu habis, kepalaku mulai bisa melihat ke selain kertas soal dan jawaban. Tepat di depan mataku, teman-temanku asik lihat-lihatan jawaban. Satu hal yang mengganjal bagiku saat itu, “Eh, bukannya dia itu elemen pengkaderan ya?”. Sebenarnya masih banyak lagi kejadian-kejadian yang membuat aku bertanya, inikah pengkaderan??
Jika pengkaderan itu beralaskan kekeluargaan, siapkah kita punya pengaruh keluarga yang tidak jujur. Seremeh itukah perkara kejujuran? Bagaimana nanti para sarjana yang lulusan pengkaderan akan berkarir? Tak akan selesaikah masa keberadaan KPK?
Hidup ini adalah pilihan. Study oriented itu pilihan. Organization Oriented itu pilihan. Social oriented itu pilihan. Kejujuran? Tegakah kita jadian Ia pilihan? Itu pilihan Anda memilih jawaban Ya atau Tidak.
Elemen pengkaderan memang bukan Nabi. Gak ada manusia yang sempurna, termasuk aku yang menumpahkan kata-demi-kata disini. Aku bukan elemen pengkaderan, yang rapat hingga larut malam.
“Kalian akan dihargai, jika kalian menghargai hidup, termasuk kejujuran.”
“Kejujuran itu mata uang dunia, tinggi nilai tukarnya. Barang mahal cuman ada dua, kalo gak langka ya susah ngedapetinnya.”
“Teman yang sesungguhnya adalah orang disekitarmu yang berani menyampaikan kesalahanmu…”