1/18/11

Resiko jadi orang Baik

Predikat "baik" memiliki arti masing-masing bagi berbagai orang. Tinggal pastikan saja bahwa pemberian predikat baik yang sebenarnya adalah yang ditinjau secara universal dan tidak berdasarkan alasan politis. Sebagai persepsi awal, kita semua menyadari nobody perfect in this world! yeah, it’s true!…

Resiko yang pertama adalah saat kita berdakwah atau menyampaikan seruan kebaikan. Kita cepat atau lambat akan segera diuji dengan apa yang kita serukan itu sendiri. Misalkan kita baru saja berbagi dengan seseorang mengenai kesabaran, tanpa kita sadari tiba-tiba berikutnya kita diuji untuk tetap sabar dalam suatu kondisi yang membakar amarah.

Berikutnya adalah tantangan kepercayaan yang dibebankan lingkungan kepada Anda. Sebagai orang baik, masyarakat tak akan lagi ragu untuk meberikan Anda sebuah peran. Tantangannya adalah saat peran tersebut terus bertambah dan berbalik menjadi beban karena peran apapun ada masalahnya. Saat dimana kita harus bertahan untuk sabar dan ikhlas. Situasinya nanti adalah sebuah status quo yang ancamannya merupakan bunuh diri karakter.

Kepercayaan manapun menyerukan umatnya untuk berbuat baik. Karena berbuat baik walaupun ternyata beresiko, ada manfaatnya termasuk di resikonya tersebut. Sebagai dampak kita harus menjadi khalifah di muka bumi, Tuhan sungguh merancang ketidaksia-siaan konsep kehidupan itu agar kita lebih mudah dalam mengabdi kepada-Nya. Sebagai orang baik, saat kita membutuhkan bantuan pasti tak perlu lama ditunggu. Amin..

Pemimpin ialah pengaruh sebagai petunjuk, maka jadilah pemimpin yang baik. Resiko adalah faktor pengali dalam mencapai kesuksesan, semakin besar resiko pada usaha yang biasa-biasa saja mengalahkan usaha besar pada resiko kecil.

1/17/11

Dasar Munafik !

Judul ini ditujukan bagi hampir seluruh umat manusia dunia yang merasa tak nyaman dengan hidupnya sendiri. Orang-orang yang mengeluh, yang merasa tidak dibutuhkan dan hampa. Mari kita telaah mengapa sampai kita sebagai manusia dapat merasakan segitunya.

Kita semua adalah free-man (preman, red), menjunjung kebebasan. Merasa terinjak-injak saat diatur, tapi tak ada bersama kita jika kita tidak mau diatur. Untuk mendapatkan tempat yang layak bagi kita sebagai pencari kebebasan, bertindak dan bersosialisasilah tanpa membatasi kebebasan orang lain. Salah satu cara kita untuk diterima dan menghilangkan kegelisahan pribadi.

Ungkapan terima kasih adalah sebuah janji kita terhadap diri sendiri, bukan sekedar ungkapan apresiasi. Jika dipisah menjadi 2 kata dari frase tersebut, disusun dari kata terima dan kasih, dua kata yang antonim. Maknanya adalah saat kita menerima, lalu mengucapkan terima kasih, kita berjanji akan kembali memberi (kasih) di masa depan walaupun bukan bagi yang memberikan kita sesuatu itu.

Apa yang telah kita pikirkan tentang pemerintah? Hidup di negara yang kita akui serba semrawut ini, membuat kita tak bisa begitu menghargai mereka di gedung-gedung megah sana. Kita menganggap bahwa hidup kita saat ini karena usaha kita sendiri dan tak menganggap adanya peran positif pemerintah. Walau hanya segelintir peran dari mereka yang tak begitu memuaskan, tetap saja kita masih enggan untuk menganggapnya ada. Maknanya adalah, selama ini kita suka berada pada posisi sudah berperan tapi tak ada apresiasi yang kita terima. Bukankah begitu juga kita telah perlakukan pemerintah kita.

 

Intinya di dunia ini berlaku yang namanya hukum karma. Namun, bukan hukum karma yang tidak berkesinambungan, itu tergantung kepercayaan kita masing-masing. Saat kita tidak menghargai orang lain, maka kita harus siap untuk tidak dihargai orang lain. Saat kita mengkritik pihak lain, maka bersiaplah ada pihak lain lagi yang akan segera mengkritik kita.Saat kita melalaikan tanggung jawab terhadap orang lain bahkan diri sendiri, saat itu pula kita sebenarnya minta untuk tak lagi diperhatikan.

Semoga hari demi hari kita senantiasa kian mencerah :)

1/16/11

Yang kita diajari saat kecil, kita harus tinggalkan saat dewasa

Politik yang punya pasar SDM, mau orang yang begini begitu dan bisa ini itu. Mata rantainya memang panjang, tapi yang bisa dibilang awal adalah ambisi kekuasaan. Menyuruh dengan cara mempengaruhi, mendoktrin pemikiran si pemilik ambisi.
Banyak orang hari ini benar-benar pasrah, menerima status quo. Ya, politik adalah status quo-nya setiap orang. Jika politik yang punya pasar SDM, bagaimana sebenarnya kondisi politik itu sendiri?
Waktu kecil, orang tua kita mengajarkan untuk ikhlas dan tulus dalam memberi dan berbuat positif bagi orang lain. Ayah kita mengajak ke masjid untuk sholat, memangku kita selama khotbah, saat kotak amal lewat ia meminta kita yang memasukkan uang ke dalamnya. Saat ada teman kita main ke rumah, tak ragu ibu kita untuk bilang "ayo, temennya diajak makan...". Itu hanya baru segelintir. Namun, kini saat kita sudah beranjak dewasa justru kita berpikir ketika akan berbuat bagi orang lain. Apa untungnya bagi saya? Siapa saja yang melihat? Orang lain pasti menganggap saya baik, makin gampang deh ntar buat jadi ketua HIMA!
Jujur adalah mata uang dunia. Namun, tetap rupiah yang bisa buat beli rumah mewah, mobil built-up, saham disana-sini, sky dining tiap malam minggu. Tembok-tembok uang telah membuat siapapun tak peduli dengan kejujurannya sendiri, keluarga dan saudaranya, anak didiknya, rekan kerjanya.
Saat dipertemukan dengan teman/rekan ayah atau ibu kita, di Indonesia kita akan menyalaminya dengan cium tangan. Artinya bahwa kita memang menghormati yang lebih tua. Namun eh namun lagi, "kini kan kita sudah dewasa, Indonesia negara demokrasi, suka-suka dong mau ngomong apa...". Kita tak pernah mau mengerti bagaimana berposisi menjadi matang setelah dewasa. Siapapun akan jadi pemimpin. Kita nanti dikritik bahkan dijatuhkan oleh orang-orang yang baru diranah kita, dan saat itu kita hanya bisa pasrah karena mau menafkahkan keluarga.
Mengaku saja, "jika tidak hedonis, apa yang terjadi pada kita? Tanpa uang, patutkah seseorang itu kita hormati?" itukah yang ada di pikiran kita?.
Sebagai kesimpulan terekspresi dalam beberapa frase berikut: "Ketulusan nantinya berlaku syarat dan ketentuan", "Uang sudah jadi komoditas pemikiran", "Ngapain tersesat di jalan kebenaran?", "Dulu cium tangannya, sekarang cium dulu uangnya baru tangannya".  

What should you do? Balik jadi anak kecil aja yuk! :D

1/9/11

'Membersihkan' orang-orang (yang mungkin) bersih

Pandangan terhadap negara ini begitu suram alias negatif. Seumpama dalam menempati sebuah negara menggunakan hukum pasar, siapa yang mau beli tempat tinggal bernama Indonesia. Pengelolanya saja kacau begitu, aturannya semrawut dan fifty-fifty untuk dipatuhi.
Namun itu dulu, sekarang?? Sudah banyak perkembangan yang megikis kotoran di hati masyarakat. Membuat mereka lega karena kekecewaan itu kian ditekan pemerintah dengan kinerjanya. Tapi tunggu dulu, itu juga kisah kemarin.
Semenjak 'borok-borok' itu dikikis, bau nanahnya mencolok ke hidung masyarakat. Sebut saja dalam posting kali ini terdapat seorang Gayus Tambunan. Tanpa bisa menyalahkan Ia seorang, memang ada seorang dalang yang sedang memainkannya di belakang layar.
KPK sebagai 'makhluk suci' di negara ini pun kini linglung dengan harus memperkarakan dirinya sendiri. Namanya mau berbuat baik, ada saja pasti yang tidak suka, yaitu jelas orang jahat terlebih yang KPK harus basmi. Kini Gayus pun dihadirkan untuk menyeret kesucian itu ke lumpur bersamanya, atau benar-benar menumbangkan keperkasaan hanya jadi kayu lapuk.
'Borok' yang begitu besar di tubuh POLRI memang tak mungkin lagi disembunyikan. Hari ini, siapa yang tidak akan berpikir negatif begitu mendengar profesi polisi. Namun, tetap saja ada warna dalam sebuah organisasi, yakinlah ada bintik-bintik putih yang terdominasi. Lagi-lagi GT itu dihadirkan untuk menyempurnakan lukisan POLRI menjadi semakin hitam dengan memborong beberapa nama menuju meja yang ada ketok palunya.
Dari akal-akalan dalang berupa sebuah paspor, kini Patrialis Akbar jadi calon mantan Menkumham. Tak mungkin beliau harus memperhatikan tiap-tiap pemohon paspor. Entah sebesar apa kasus GT ini? Peranan media jadi parameter penegakan hukum, jujur saja agak mengurangi kesyahwatan keadilan di negara ini. Jika kasus ini tak digembar-gemborkan media, akankah penyalahan pihak soal paspor itu sampai ke tingkat menteri?
Bukan maksud membela siapapun atau menyalahkan suatu pihak atau kalangan tertentu. Hanya ingin membuka mata hati setiap yang terbawa euforia dan bara api emosi.

1/3/11

Goals Imaging

    Jika kita ditanya seberapa penting penampilan, mungkin beberapa dari kita akan menjawab penting jika kita adalah orang operasional, lalu mungkin juga beberapa akan menjawab tidak begitu penting sebagai orang teknis. Doktrin yang selama ini beredar, terutama bagi orang teknis, penampilan itu yang penting nyaman. Yak, benar sekali. Namun, lebih baik lagi kita menyamankan diri kita dengan situasi apapun karena orang seperti itulah yang akan lebih dicari dan bermanfaat bagi siapapun.
    Penampilan fisik adalah salah satu dari image/citra diri kita bagi orang lain. Disamping itu terdapat sikap yang harus kita terapkan agar kita laku dipasaran terkain kapabilitas kita di bidang tertentu. Soalnya kita adalah manusia biasa, bukan robot ataupun mesin, situasi yang sedang meradang pada diri kita akan ikut menentukan performansi kinerja dan profesionalitas kita, melibatkan ataupun tidak melibatkan orang lain.
    Bagi kita yang masih menganggap image tidak perlu terlalu diperhatikan, sadar atau tidak, kita selama ini lebih senang pada orang yang ganteng/cantik. Banyak orang dijauhi karena jorok. Mengapa begitu? Karena orang lain ingin merasa nyaman dan dihargai dimanapun ia berada. Lawan urusan kita merasa nyaman karena melihat kita niat untuk bertemu dengannya, artinya ia merasa dihargai.
    Believing is buying, ini berhubungan dengan kapabilitas kita dan cara kita menjualnya kepada industri. Jika kita sakit dan datang ke sebuah rumah sakit, yakinkah kita untuk diobati dokter yang berdkitan tidak seperti layaknya dokter? Yakinkah kita akan membeli kosmetik dari orang yang tidak bisa berdandan? Bagi kita yang membuka diri pasti akan menjawb tidak.
    Sekarang kita masuk pada bagaimana cara membangun citra/image pada diri kita. Pertama kenali dulu apa potensi kita, termasuk apa yang kita suka dan tidak suka. Lalu bulatkan apa yang kita tuju dan lakukan demi menuju kesana. Konsistenlah pada tujuan tersebut, jadikan itu sebagai citra diri kita yang sesuai. Bercitralah kita selayaknya mahasiswa, pengajar, pegawai, manager, jurnalis, montir, progammer, sales, office boy, sekretaris, seniman, musisi, EO, frontliner, atau apapun itu. Mudahkan orang lain untuk menebak apa kita ini sebenarnya. Seorang progammer bisa jadi hanya dianggap sebagai office boy karena karena ia tak mampu membangun image.
    Tingkat intelektualitas dan kapabilitas kita bagi orang lain tergantung cara kita bersikap, berpenampilan, dan berlisan. "Tell me what you eat and I'll tell what you are.", begitulah pepatah orang barat. Kita memang akan 'menipu' orang lain dengan membangun image dan memanipulasinya sesuai tujuan kita dan kebutuhan industri. Menjadi ancaman sosial bagi kita jika manipulasi tersebut tidak dibarengi dengan kapabilitas kita.

1/1/11

.ID

Selama ini kita sebagai orang Indonesia pasti tidak asing lagi dengan situs-situs yang alamatnya berujung ".id", apalagi bagi orang-orang yang sudah bisa membaca artikel ini alias yang sudah kenal internet. ".id" tersebut adalah TLD untuk Indonesia. TLD adalah singkatan dari Top Level Internet Domain, atau dalam bahasa Indonesia yang baku disebut dengan "ranah internet tingkat teratas". Tetapi saya disini bukan mau membahas panjang lebar apa TLD itu. Yang jelas kita sudah bisa menebak bahwa setiap situs yg berujung ".id" itu pasti berbahasa Indonesia.

Dalam tulisan ini saya mengajak untuk memaknai sangat dalam TLD ".id" yang sudah kita dapat tersebut.
.id bukan hanya berarti IDentitas situs web Indonesia, namun sebagai IDentitas yang harus kita jaga nama baiknya.
.id mengacu pada sifat kita yang seharusnya benar-benar InDependen, kuat dari tekanan dan mementingkan aspirasi rakyatnya di ranah internasional.
.id bisa berarti IDola, yang dikagumi bangsa-bangsa lain karena prestasi positif. Bukan terkenal karena sebagai salah satu negara terkorup ataupun cap sebagai tempatnya teroris.

Lalu khusus pesan saya bagi penyelenggara negara ini, saudara-saudari bekerja di institusi dengan alamat situs web berujung ".go.id", maka bawalah kemajuan kepada negeri ini. Go! Indonesia..

Masihkah kita mau menyesal??

Pak Joko adalah seorang tua yang tinggal di sebuah gubuk di tengah pematang sawah bersama keluarganya. Setiap hari pekerjaannya adalah seorang penjual gabah dari para petani di sawah. Ia membawa barang dagangannya dengan memikulnya pada 2 buah keranjang, lalu ia pergi ke pinggir jalan raya untuk menumpang di bak truk sampai ke pasar kota. Selalu itu rangkaian hari-harinya demi menghidupi keluarganya.
Sampai pada suatu hari, tongkat pemikul yang selalu digunakan Pak Joko patah saat ia sedang berjalan di pematang sawah sehingga seluruh gabah yang dibawanya jatuh ke lumpur sawah. Pak Joko pun merasa begitu kecewa terhadap dirinya sendiri. Ia kembali ke rumahnya dengan raut muka cemberut karena tak bisa menyuap nasi kepada keluarganya hari ini. Sebagai efeknya, Pak Joko juga menjadi sangat pemarah terhadap istri dan anak-anaknya karena ia masih merasa jengkel. Ia hanya berulang-ulang membahas betapa bodohnya dia tak pernah mengganti tongkat pemikulnya itu.
Pada sore hari, seorang petani bernama Pak Iskak yang hendak pulang melihat Pak Joko sedang duduk-duduk di depan gubuknya dengan raut wajahnya yang tidak enak. Pak Iskak pun menyapa Pak Joko "Pak Joko, ada masalah apa?", lalu Pak Joko pun menceritakan apa yang ia alami hari ini. Namun Pak Iskak malah merespon dengan sebuah berita, "lho?? Pak Joko tidak tahu ya, truk yang biasa membawa penduduk desa ke kota pagi tadi kecelakaan, supir dan kernetnya meninggal dunia". Seketika mendengar berita tersebut, Pak Joko malah berkata "Alhamdulillah..." (bukannya innalillahi??). Raut wajahnya pun menjadi berseri-seri karena ia terharu Allah SWT ternyata bukan memberikannya musibah, namun ternyata sebuah pertolongan. Subhanallah....

Kisah inspirasi dari Bapak Suharjupri, dosen Matematika FMIPA-ITS
D3 Teknik Sipil ITS, 12 Agustus 2010

Speaking isn't Talking

Public Speaking, berbicara di depan umum, merupakan salah satu bagian dari Public Exposing. Mencitrakan seperti apa diri kita kepada umum dan orang lain. Diantaranya lagi dari public exposing adalah menulis ilmiah populer yang pernah kita bahas awal-awal adanya blog ini. Menulis dan Berbicara sebagai self exposing to public sama-sama membuat orang lain mempunyai bahan penilaian terhadap pribadi kita, takkan tersembunyikan.
Public speaking is a life skill, sekali bisa maka tidak diragukan selanjutnya. Karena itu, cara kita untuk mampu berbicara adalah dengan berlatih tiada henti. Ambil kesempatan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan pengalaman berbicara agar punya bahan evaluasi untuk peninggkatan selanjutnya.
Tak berbeda dengan menulis ilmiah populer, tujuan dari public speaking yang pertama adalah to inform, bukan to tell, artinya yang kita sampaikan memang penting dan berdasar hal yang rasional serta kita setidaknya pahami bahkan kuasai. Kedua, to entertain, buat pendengar kita merasa tertarik atas apa yang kita bicarakan. Berarti yang perlu diingat selanjutnya adalah berbicara sesuai latar belakang pendengar, tidak menggunakan bahasa yang akan 'memperkosa' kemampuan nalarnya. Namun karena interaksi dengan berbicara itu live, sangat tidak patut untuk mempermalukan audien(s) atau lawan bicara.
Mirza Wardana, sebagai inspirasi dalam tulisan ini, juga memaparkan tentang Teknik Vokal yang setiap orang punya khas masing-masing namun tinggal diwajarkan sesuai permintaan pendengarnya. Soal vokal, diantaranya adalah Intonasi (pelaguan), Aksentuasi (penekanan), Artikulasi (kejelasan pengucapan), dan Infleksi. Selanjutnya soal tampilan kita saat berbicara yang perlu diperhatikan adalah Eye Contact, Gesture (gerakan) yang sewajarnya, penyisipan humor, dan yang paling penting adalah Senyum. Juga disinggung soal pemenggalan, itu hanyalah persoalan personal sesuai kekuatan nafasnya masing-masing. Akan terlatih jika sering menulis, ternyata.
Mirza juga berbagi bagaimana kita bisa sukses mencapai apa yang kita inginkan dari mimpi atas apa yang kita bisa, yaitu: Understand ourself, Know our Dreams, Set our Goals, and Start represent it to 'industry' needs!