12/30/11

Jaringan lebih dalam (2)

Masih karena DMJ, kali ini survei untuk FP. Janji saya untuk cerita dari postingan sebelumnya.
Survei DMJ ke Telkom Surabaya
Telkom Solution House (TSH), Ketintang, Surabaya
Kalau sebelumnya yang sharing datang ke kampus, kali ini saya dan salah satu teman sekelompok, Erina Siska, yang mendatangi yang sharing. Bertempat di daerah Ketintang, tujuan survei saya adalah untuk mengetahui bagaimana Telkom Solution men-solusi-kan berbagai kebutuhan IT pelanggannya, terutama terkait jaringan. Sebenarnya tugas kelompok saya adalah mengetahui bentuk jaringan perusahaan, tapi... Telkom Solution bukanlah perusahaan, melainkan produk layanan Telkom untuk IT Solution bagi korporasi. Masih bernaung penuh di Telkom di bawah Divisi Enterprise Service (Dives). Artinya, jaringannya ya berarti jaringannya Telkom secara keseluruhan. Sedangkan tema FP kami adalah Industri Kreatif/Production House/Software House, asumsi kami IT Solution termasuk.
Pihak Telkom menerima kami cukup baik, kami diberikan penjelasan oleh Bu Tatik dan Pak Hidayat. Saya tidak akan banyak menceritakan penjelasan teknis yang kami dapat, tapi beberapa pembelajaran baru yang belum tentu didapat di kampus. Inilah enaknya ke lapangan, ternyata berbeda jauh dari sekedar cerita di kampus, walaupun tidak kontras.
Begitu bertemu Bu Tatik pertama kali, tidak ada tampang orang teknis sama sekali, Ia orang marketing. Namun, begitu kita bilang kita butuh topologi jaringan, Ia langsung minta kertas dan sekejap kertas putih polos terisi gambar topologi jaringan yang di-provide Telkom untuk pelanggan kelas korporasi. Contohnya VPN IP, Metro-E, dan AstiNet. Walaupun di kuliah sudah pernah dijelaskan, tapi disitu saya baru ngeh maksudnya public network dan private network.
Private network adalah pembuatan jaringan berupa 'jalan pribadi' bagi suatu perusahaan -contohnya-, hanya bisa dimasuki dan dilewati oleh internal perusahaan. Produk-produk jaringan yang sudah saya sebutkan tadi disebut juga jasa link ke backbone Telkom. Sebagai contoh, jaringan internal perusahaan bukan dioper melalui internet ataupun server sendiri secara langsung, tapi ke Telkom dulu melalui titik-titik backbone-nya. Bayangkan saja jika transaksi internal perusahaan yang besar dan luas harus dilewatkan internet, harus berbagi bandwith dengan siapapun dan jelas tidak aman.
Selanjutnya kami diajak ke Telkom Solution House, semacam showroom berbagai produk unggulan Telkom. Seperti Video Conference, Telepresence, Groovia IPTV, Speedy Monitoring, dll. Kami ditunjukkan peta backbone Telkom. Pak Hidayat membuktikan bahwa Telkom-lah yang memang mempunyai jaringan reliable skala nasional.
Peta Backbone Telkom
Kenapa? Telkom jarang mau menggunakan media transmisi radio untuk jaringan, karena murahan, untuk internal bahkan dijual. Walaupun beresiko kalah saing dengan penyedia jasa IT Solution lain karena harga, Telkom mengutamakan kualitas bagi pelanggannya. "Misalnya gini, untuk luas jangkauan yang sama kita taro harga 10 tapi pakai fiber optic, daripada yang lainnya taro 8 tapi radio?" tegas Pak Hidayat. Terkadang pelanggan tergiur harga murah saja.
Melihat peta backbone, untuk koneksi keluar negeri Telkom bekerja sama dengan Singapur dan Hong Kong. Pertanyaan saya, kenapa tidak dibangun ke Australia? Ternyata selama ini yang menyebabkan kenapa Indonesia tidak bisa jadi titik backbone internet dunia pun karena masalah politik luar negeri yang belum 'sangar'. Indonesia belum mampu memperoleh kepercayan dunia internasional. Jadi, sabar saja jika download dari luar negeri kita masih lambat tidak seperti di Taiwan atau Jepang.
Kami begitu beruntung mendapatkan Bu Tatik dan Pak Hidayat yang sedianya orang marketing menjelaskan  tentang jaringan. Pembelajaran yang sepulang dari sana saya petik adalah, soft-skill ternyata memang tidak bisa terpisahkan dengan hard-skill, saya pernah post tentang hal tersebut sebelumnya.
Pesan Pak Hidayat sebelum pulang buat 'anak komputer' seperti kami sebagai berikut:
"Produk yang saya jual ini -VPN IP, AstiNet, Metro-E- itu cuman pipa, bisnis kecil. Perhatikan, siapa yang memberikan kehidupan, pipa atau air? Jelas airnya. Aku cuman pesen ke kalian, kuliah yang bener, buat kreatifitas, bikin aplikasi-aplikasi yang benefit."
Betapa beruntungnya, memang begitulah yang dijanjikan dan dikonsep jurusan sistem informasi. "They built IT, we make fortune from it."

Jaringan lebih dalam (1)

'Combo attack' untuk telekomunikasi. Setelah sebelumnya belajar telekomunikasi bersama Mas Kiki Ahmadi dari XL Axiata lewat kuliah tamu Desain dan Manajemen Jaringan (DMJ), survei untuk tugas besar atau yang lebih akrab disapa final project (FP) juga di perusahaan telekomunikasi BUMN, siapa lagi kalau bukan Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom).
Kuliah Tamu DMJ
Sharing-sharing bareng Mas Kiki sebelumnya lebih banyak berbicara tentang perkembangan dunia telekomunikasi, jaringan yang hingga saat ini berhasil menghubungkan jutaan node antar belahan dunia. Dulu kalau punya handphone, populer banget sama yang istilahnya roaming. Ternyata roaming itu adalah (kurang lebih) perpindahan data lokasi, terdaftar di base transcevier station (BTS) mana, setiap kali kita bergerak menjahui BTS awal dan mendekati BTS baru. Dulu beberapa perpindahan yang jauh akan dikenakan charge, disebutlah roaming.
Selain itu dalam kuliah tamu juga dibahas mengenai perbedaan GSM dan CDMA. Roaming yang dimiliki GSM-lah pembedanya. Secara geografis, awalnya GSM berkembang di Eropa, sedangkan GSM di Amerika. CDMA lahir setelah GSM, keunggulannya adalah cakupan satu BTS-nya yang lebih luas, hampir 1 kota. Beda mobilitas ekonominya, beda teknologinya. Jarak antar kota yang jauh di Amerika membuat intensitas perpindahan disana cukup minim, sehingga roaming adalah suatu hal yang tidak perlu. Bandingkan dengan di Eropa, negaranya kecil-kecil sehingga jaraknya dekat-dekat, lintas negara dalam hitungan 1x24 jam menjadi hal yang lumrah disana.
Kuliah Tamu belum selesai. Masih ada cerita tentang perkembangan machine-to-machine (M2M) dan Cloud Computing. M2M kurang lebih adalah pertukaran informasi dari mesin ke mesin, contoh pada tracking paket kiriman ekspedisi. Barang cukup diberikan SIM card selayaknya handphone untuk dilacak keberadaanya. Indonesia melalui PLN mengembangkan agar meteran listrik dengan SIM card bisa dicek melalui jaringan dan PLN bisa membuat real-time online billing.
Kalau bicara cloud computing, kurang lebih sama dengan postingan di blog ini sebelumnya. Mas Kiki mencontohkan Google Chrome OS dengan Chromebook-nya. Video ini lebih singkat, padat, dan Jelas memancing maksud cloud computing.
Setelah ini saya bakal cerita 'telecom attack' berikutnya di Telkom. Ikuti ceritanya!

12/20/11

Pengkaderan yang Tertukar


*S: senior
*J: junior
S: “Dek, udah kenal berapa temen-temennya?”
J: *diam*
S: “Terus ngapain ada 5 bulan?”
S: *backsound* “sibuk belajar mas! “gak penting mas!”
Kurang lebih begitulah riuhnya suatu malam dimana mereka seharusnya memupuk mimpi setinggi bintang di langit. Namun, bukan alasan senior melakukan semua itu, *katanya* untuk kader ‘kami’ yang lebih baik. Alhasil, mereka saling kenal dan begitu kompak, sampai… beberapa dari mereka lebih memilih jabatan yang penghasilannya adalah pengalaman. Senior pun jadi dikenal, setidaknya yang setia menggantikan saat mereka seharusnya bermimpi.
Eh, sayang beribu sayang, kini telah aku lewati tahun pertama, kini aku w-a-r-g-a. Sebuah predikat yang ditandai dengan izin memakai jaket di kota terpanas di Indonesia. Semester 3, disinilah mataku benar-benar terbuka.
Cukup bangga karena teman-teman seperjuanganku dulu kini jadi elemen pengkaderan. Orang-orang yang akan ‘membesarkan’ mahasiswa baru (maba) kurang lebih selama setahun untuk nantinya menjadi warga yang baik. Bisa dibilang kayak orang tua atau guru, tapi karena usia mungkin lebih cocok sebagai “kakak”.
Namun, bukan suatu hal yang istimewa jika kita sekelas kuliah dengan mereka. Sama saja, mereka juga mahasiswa. Sama tugas kuliah saja masih banyak ngeluhnya, dan jelas bukan lulusan S-1 apalagi Doktor atau Profesor. Soal pemikiran pengembangan SDM, beberapa dari mereka sering menyalahkan yang sudah lulus S-2.
“Pengkaderan”, inilah kegelisahan sejak lama yang sebenarnya ingin aku tuliskan. Entah kenapa aku merasa berbeda dengan kalian karena hal ini, hati nuraniku tak pernah sepenuhnya setuju.
Elemen pengkaderan biasanya cukup ‘gatel’ buat ikut acara-acara pengembangan SDM, seperti Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa (LKMM) dengan berbagai tingkatannya. Walaupun hanya ikut Pra-Tingkat Dasar, setahuku disitu diajari mengenai 4 fungsi mahasiswa, silahkan googling sendiri apa saja, tapi jujur isinya bagus!.
Sampai akhirnya pada suatu hari, kuis salah satu matakuliah meyakinkanku untuk menulis titisan emosi ini. Waktu itu datang telat untuk kuis, sehingga aku kebagian duduk di bagian paling belakang. Tiga puluh menit menuju waktu habis, kepalaku mulai bisa melihat ke selain kertas soal dan jawaban. Tepat di depan mataku, teman-temanku asik lihat-lihatan jawaban. Satu hal yang mengganjal bagiku saat itu, “Eh, bukannya dia itu elemen pengkaderan ya?”. Sebenarnya masih banyak lagi kejadian-kejadian yang membuat aku bertanya, inikah pengkaderan??
Jika pengkaderan itu beralaskan kekeluargaan, siapkah kita punya pengaruh keluarga yang tidak jujur. Seremeh itukah perkara kejujuran? Bagaimana nanti para sarjana yang lulusan pengkaderan akan berkarir? Tak akan selesaikah masa keberadaan KPK?
Hidup ini adalah pilihan. Study oriented itu pilihan. Organization Oriented itu pilihan. Social oriented itu pilihan. Kejujuran? Tegakah kita jadian Ia pilihan? Itu pilihan Anda memilih jawaban Ya atau Tidak.
Elemen pengkaderan memang bukan Nabi. Gak ada manusia yang sempurna, termasuk aku yang menumpahkan kata-demi-kata disini. Aku bukan elemen pengkaderan, yang rapat hingga larut malam.
“Kalian akan dihargai, jika kalian menghargai hidup, termasuk kejujuran.”
“Kejujuran itu mata uang dunia, tinggi nilai tukarnya. Barang mahal cuman ada dua, kalo gak langka ya susah ngedapetinnya.”
“Teman yang sesungguhnya adalah orang disekitarmu yang berani menyampaikan kesalahanmu…”

10/11/11

Merah Putih, idealisme vs realita

Buku kewarganegaraan kita sejak sekolah dasar menuliskan merah artinya berani dan putih artinya suci. Banyak makna antara hubungan keberanian dan kesucian itu. Namun, setidaknya kita bisa sepakat mendahulukan berani lalu kesucian. Mungkin dulu sempat ada yang menginginkan mendahulukan kesucian, tapi nanti malah jadi mirip Polandia.
Lihat sekarang, apa yang telah terjadi bagi Merah Putih. Orang Indonesia begitu membakar semangatnya, tapi tak mengerti apa yang mereka bela. Apakah itu kepentingan pribadi sendiri maupun orang lain, kepentingan golongan, dan yang jelas bukan kepentingan Persatuan Indonesia.
Itulah mengapa masih saja banyak perpecahan di Indonesia. Mereka yang berseteru pakai senjata dengan 'semangat'nya, menumpahkan banyak darah yang "merah", lalu tetap saling merasa (sok) 'suci' tak mau disalahkan.
Jika pemuda kita seperti itu saat ini, setidaknya bisalah orang tua kita jadi tauladan. Tapi sayang, mereka pun menyia-nyiakan banyak darah rakyat jelata dengan makan jatah yang bukan miliknya. Namun tetap tersenyum lebar bak orang pulang haji seakan begitu suci. Uang rakyat cuman habis buat rapat, sidang, panggil menteri, lalu konferensi pers masalah sms ._.

10/8/11

Orang Besar yang Sombong

Orang yang meremehkan orang lain, atau menganggap dirinya lebih "besar" dari pada orang lain, hanya ada dua kemungkinan bagi orang semacam ini, yaitu:
1. Orang tersebut lupa, Ia tidak ingat pernah jadi kecil.
2. Orang tersebut sebenarnya belum "besar", karena sesungguhnya orang yang besar itu karena Ia mengumpulkan bagian- bagian kecil hidupnya hingga jadi besar. Artinya, orang yang merasa besar tersebut akan merasakan yang namanya jadi kecil.

posted from Bloggeroid

9/5/11

Supaya Kuliah bisa memasukkanmu ke Surga

Salam, setelah liburan yang cukup panjang merayakan Idul Fitri 1342H bersama keluarga, kini saatnya kembali kita beraktivitas dan berkarya. Salam hangat saya khusus untuk teman-teman mahasiswa, bahkan calon mahasiswa. Semoga postingan kali ini bisa menjadi inspirasi baru teman-teman memulai semester ganjil kali ini :)
Sampai hari ini, masih banyak teman-teman saya yang kerepotan merumuskan bagaimana mencapai kesuksesan. Banyak dari mereka baca buku motivasi ini itu, padahal sesungguhnya sukses itu perilaku bukan teori. Berikut ini singkat saja saya mencoba merumuskan pemikiran bagaimana sukses dari perkuliahan, mungkin isinya cukup membosankan tapi semoga bisa mengembalikan semangat kita.
  • Pasal pertama kita adalah "Kuliah itu yang utama, tapi bukan segala-galanya". Ini terkait banyaknya tipe mahasiswa mahasiswa, kalau tidak kuliah-perpus-kuliah-perpus (kuper) atau kuliah-nangkring-kuliah-nangkring (kunang-kunang). Ada saja mahasiswa yang mengejar indeks prestasi (IP) sampai lulus tanpa memikirkan dunia sosialnya, tapi ada pula mahasiswa yang mengenyampingkan IP-nya dengan alasan 'mengabdi untuk banyak orang'. Ingat, sehebat-hebatnya mahasiswa sukses, masih lebih hebat alumni sukses.
  • "Organisasi/Pengabdian Masyarakat itu perlu, tapi perlu Ilmu." Kalau tanpa ilmu, sebaiknya kamu tidur saja, jangan coba-coba terjun ke masyarakat. Jangan pernah Nekad dalam membantu orang!, yang ada kamu hanya bakal merepotkan hingga merugikannya. Contoh kamu seorang mahasiswa teknik sipil yang ingin membangun sarana air bersih di sebuah pedesaan, padahal kuliah kamu soal pipa-pipa gitu hasilnya jelek. Untuk awalnya pembangunan selesai, tapi karena adanya kesalahan, orang-orang desa yang tadinya mau kamu bantu malah jadi kerepotan karena fasilitas tersebut rusak sehingga mereka harus mengeluarkan biaya untuk membetulkan. Karena kecerobohanmu, niat baikmu jadi sia-sia.
  • "Banyak orang-orang sukses saat ini dulunya hanya menjadikan kuliah seperti kursus, bahkan sekedar seminar, atau bahkan lagi hiburan". Siapa yang pernah kira bahwa Pak Mario Teguh sekolah SMA jurusan Arsitektur lalu lulus S-1 bergelar Sarjana Pendidikan. Ia tak hanya menerima pengetahuan dari mengenyam pendidikan itu, tapi mencari aplikasinya bagi kehidupan nyata. Nyatanya kini beliau adalah motivator terkenal dan menjadi konsultan bisnis, bukan guru sekolah ataupun perancang bangunan. Masih banyak lagi tokoh serupa, seperti Sujiwo Tejo yang ternyata pernah kuliah di Teknik Sipil ITB.
  • "Tidak ada yang instan, semuanya butuh proses". Teman-teman pasti lebih bosan lagi mendengar quote ini. Pergunakanlah waktu yang ada sebagai proses demi proses, carilah pengalaman sebanyak-banyak. Sebagai contoh saja memimpin, tidak mungkin kita dipercaya jadi direktur atau hanya manajer yang sukses kalau tidak pernah memimpin suatu tim sebelumnya.
  • "Kita butuh teman, tapi pastikan kita dibutuhkan teman". Ini sebagai tegurang bagi yang kunang-kunang, maaf. Sangat baik sudah membangun jaringan sejak dini, memang pasti suatu waktu kita akan butuh teman sebagai anak tangga menuju kesuksesan kita.Tapi apakah ada yang mau berteman dengan kita jika kita hanya memanfaatkannya? Lama-lama kita pasti akan ditinggalkan jika seperti itu. Untuk ituk, jadilah orang yang berguna, jangan hanya jadi benalu bagi orang lain.
Saya yakin di matematika kita sudah pernah memperlajari bagaimana mengerjakan bentuk persamaan, contoh:
Diketahui x = y + z; y = a + b; z = p + q
Maka x = (a + b) + (p + q)

Begitu pula dengan mencapai kesuksesan, banyak persamaan yang akan terkait. Inilah yang coba saya rumuskan, mungkin Anda bisa lebih baik dalam merumuskannya.
Kuliah + IP = Lulus
Lulus + Prestasi/Pengalaman = Kerja/Karya
Kerja/Karya + Teman = Bisnis
Bisnis = Uang
Uang + Keluarga/Masyarakat = Menyenangkan orang lain
Orang lain senang = Allah SWT senang = Insya Allah masuk surga. Amin :)

8/2/11

Resensi Novel "Writer vs Editor"

Judul         Writer vs Editor
Penulis     Ria N. Badaria
Penerbit     Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit     Januari - 2011
Jumlah Halaman     312
Jenis Cover     Soft Cover
Dimensi(L x P)     135x200mm
Text Bahasa     Indonesia

Judul novel ini sedikit mengecoh. Kalau saya tidak sebut itu sebagai sebuah novel, beberapa orang mengira itu buku nonfiksi. Novel karangan Penulis Muda Berbakat Terbaik Khatulistiwa Literary Award 2008 - 2009 ini memang patut mengakui penulisnya memang berbakat.
Penulis novel adalah sebuah pekerjaan lepas yang siapa saja lakukan, salah satunya adalah Nuna, Ia sehari-harinya bekerja di sebuah swalayan di kota Bogor. Kehidupannya pun tak jauh berbeda dengan orang-orang yang pekerjaannya sekelas, tinggal disebuah kontrakan sendirian.
Awalnya memang terlihat hanya sebatas hubungan pekerjaan dengan Rengga, editor yang kebagian novel tulisan Nuna. Namun, itulah hubungan antar lawan jenis apalagi dalam usia yang sepantaran. Diantara mereka pun awalnya juga tiada niatan untuk punya hubungan lebih dari sekedar bekerja.
Laki-laki yang sudah sejak lama hadir untuk hidup Nuna adalah Arfat, yang masih punya hubungan saudara dengannya. Studi Arfat ke luar negeri membuat Nuna harus lama terpisah. Sampai mereka akhirnya bertemu lagi pada keadaan yang menjadi inti cerita pada novel ini.
Nuna adalah perempuan yang berada diantara dua pria, yaitu Arfat cinta lamanya dan Rengga lelaki yang tanpa sengaja Ia letakkan perasaan. Sampai akhirnya, Nuna mendapatkan yang terbaik bagi hidupnya. Ia menyadari betul bahwa manusia boleh berencana apa yang terbaik baginya, tapi Tuhan lebih tahu dan menentukan.
Seru yang Simple, itulah gambaran bagaimana Ria menuliskan novelnya ini. Segi bahasanya cocok bagi penikmat novel semacam ini yaitu para remaja, terutama para mahasiswa yang biasanya lebih sibuk. Kesederhanaan tulisan menjadi alasan yang sangat tepat menjadikan novel ini sebagai hiburan melepas penat. Selamat membaca :)

6/13/11

Leader vs Manager

Aku memang bukanlah seorang pemimpin, apalagi pemimpin yang baik. Sejauh ini aku hanya mengenal pemimpin itu artinya pengaruh, dan aku mengenalnya baru dari mengimplementasikan dan memperdalam beberapa teori dan pengalaman kepemimpinan.
Adapun orang yang berada diatas, tapi dia bukan pemimpin, lebih cocok istilah baginya adalah manajer. Setelah ini kita akan lebih mengetahui apa bedanya pemimpin dan manajer.
Jika diberikan sebuah angka oleh bawahannya...
Manajer biasanya berputar-putar bicarakan angka, naik dan turunnya. Pemimpin akan cari tahu kenapa muncul angka tersebut, kenapa bisa sampai naik ataupun turun.
Jika bawahan meminta petunjuk soal apa yang harus dikerjakan...
Manajer akan bahas sampai detail-detailnya soal pengerjaan yang diberikan. Pemimpin hanya akan beritahu tujuan Ia berikan pekerjaan itu, apa resiko dan konsekuensi dari setiap langkah kerja yang diambil.
Saat ada ketidaksesuaian hasil pengerjaan oleh bawahan...
Manajer mungkin akan marah-marah. Pemimpin akan tetap terima dengan kata "tapi..." agar bawahannya bisa berubah, selanjutnya ketidaksesuaian itu akan Ia siasati dengan mengoper pekerjaan itu ke bawahan lain yang lebih mampu. Disitulah terkadang pemimpin juga bekerja teknis untuk memberikan contoh bagi bawahan yang belum mampu tersebut.
Contoh skenario di atas hanyalah contoh dari perbedaan antara pemimpin dan manajer, masih banyak lagi aspek yang dapat membedakan antara pemimpin dengan manajer.
Jika Anda seorang bawahan, siapa yang Anda pilih jadi atasan, pemimpin atau manajer?
Lalu, dari gambaran yang saya paparkan, siapakah Anda?
Manajer berfikir taktis dimana Pemimpin berfikir Strategis. Manajer akan bertanya Apa, Pemimpin mempertanyakan Kenapa.

6/11/11

Masalah Persatuan

Pernahkah kita merasa organisasi kita sulit menemukan tujuan yang sama? Pernahkah kita merasa dalam organisasi kita hanya sebagai orang terdaftar?
Satu kata, yaitu eksklusifisme. Rasa keistimewaan bagi beberapa orang yang sebenarnya hanya membawa/terbawa satu orang ambisius saja.
Orang-orang tersebut beranggapan pendapat mereka paling benar. Mereka biasanya memutuskan kepentingan keseluruhan organisasi tanpa menghiraukan banyak elemen organisasi lainnya.
Mengapa hal tersebut menjadi masalah? Karena mereka tentu akan membuat elemen organisasi di luar mereka merasa tidak dihargai, sehingga orang-orang di luar mereka tersebut cenderung diam dan ingin menjauh. Jelas saja, mereka hanya akan merasa dimanfaatkan orang-orang eksklusif tersebut.
Selanjutnya orang-orang eksklusif tersebut akan merasa hanya mereka yang berjasa selama ini. Orang-orang eksklusif tersebut tidak akan sadar bahwa mereka menganut eksklusifisme.
Solusinya?? Jangan pernah meremehkan siapapun, apapun latar belakangnya. Jangan takut jadi sendiri karena dekat dengan siapapun, jangan sering-sering kumpul dengan orang-orang itu aja.

posted from Bloggeroid

5/18/11

Peluang, TIK, Kesempatan

Salah satu bidang yang saya kenal sejak kecil dan saya tekuni hingga saat ini, yaitu Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication Technology (ICT). TIK sendiri saat ini dalam bidang pendidikan sudah menjadi salah satu mata pelajaran sejak SD. Identik dengan komputer, kenapa bidang ini jadi begitu penting bagi setiap orang sampai sudah disuntikkan ke kurikulum formal?
Sebelumnya kita evaluasi dulu sejauh mana TIK sudah dikuasai oleh masyarakat kita. Apakah sudah optimal? Menurut saya belum. Hal tersebut bisa saya deteksi begitu saya tanya "Apa itu TIK?" ke beberapa pelajar SMA yang berarti sudah belajar TIK setidaknya 4 tahun. Namun, sayang sekali saya tidak menemukan jawaban sempurna. Bagi saya itu bukan salah mereka. Bagi banyak ahli hingga mengapa TIK ini masuk kurikulum, kompetensi TIK adalah "darah" bagi berbagai bisnis.
Untuk definisinya sendiri, kita bisa lihat di berbagai referensi, mungkin wikipedia. Sadar atau tidak, TIK sebenarnya "mengubah peluang jadi kesempatan". Saya menemukan kesadaran tersebut saat mendefinisikan TIK dari memecah masing-masing definisi teknologi, informasi, dan komunikasi.
Peluang dan Kesempatan
Langsung ke contoh saja, misal:
"Anda beperluang kaya", pernyataan tersebut jelas berlaku bagi siapa pun. Bandingkan dengan "Anda berkesempatan kaya". Perhatikan analisa berikut
dari tabel di atas, kita bisa mengerti bagaimana jika peluang sudah menjadi kesempatan.
Sehingga bisa kita sadari betapa kita akan maju jika menjadikan TIK sebagai karakter kita, tidak perlu menjadikannya sebagai yang utama.
Saat ini poros perkembangan dunia dipengaruhi 3 bidang, yaitu:
  • Moneter/ekonomi/akuntansi
  • Media/jurnalistik
  • dan kedua hal diatas berada di atas TIK yang dibangun dan senantiasa dikembangkan.

4/29/11

Manfaatnya jadi Brandalan

Brandalan yang saya maksud disini bukanlah mereka yang tak beretika, amoral, dan merugikan orang lain. Melainkan mereka yang "gaul", dimana orang lain menilai mereka hidup hanya untuk "bersosialisasi" saja. Padahal mereka juga turut berkarya dan berpengaruh positif bagi orang lain.
Banyak orang berpandangan bahwa "orang baik" ialah mereka yang tidak banyak omong, pintar, religius, santun, dan cenderung menyendiri. Benar sekali, mereka adalah orang yang baik. Namun, berdasarkan logika saya, orang baik macam itu agak menjadi masalah sekarang. Orang-orang baik itu hanya sebatas bermanfaat bagi dirinya sendiri saja.
Saya justru lebih senang orang brandal, tapi positif, yang tadi saya bilang sebagai orang yang kerjanya "bersosialisasi saja". Misalkan pada mahasiswa, mereka kuliah biasa-biasa saja dan tak menonjol, lebih terlihat di dunia organisasi dan sering 'mejeng' seperti kekanak-kanakan. Padahal mereka bisa seperti itu karena mereka itu dewasa, bisa mengatur waktu, menyusun prioritas, dan membedakan baik dan buruk.
Orang-orang seperti itu justru akan lebih beruntung. Ibaratnya, siapa yang tidak senang dengan anak-anak?. Namun anak-anak itu banyak bermanfaat bagi sekitarnya.
Salah satu manfaat menjadi orang "gaul" tadi adalah bagi anak-anak mereka nanti. Kita sadar, anak-anak jaman sekarang lebih banyak bersosialisasi dan menyerap dari luar. Tapi tidak ada alasan bagi orang tua untuk sulit menjaga anaknya yang mau tak mau harus lebih banya di luar.
Orang tua "gaul" akan lebih mudah menjaga anaknya. Anak akan menjadi merasa tidak terbatas dekat dengan orang tuanya. Ia akan lebih mudah nurut dengan orang tuanya karena Ia akan sadar bahwa orang tuanya juga melewati hal yang sama dengan yang sedang Ia lewati saat itu. Sehingga menghindarkan mereka lebih berat kepada pengaruh dunia luar yang cenderung menyesatkan.
Saat anak justru dimarahi, mereka bukannya akan takut. Akses mereka untuk ke luar saat ini lebih mudah. Seperti contoh, saat anak ketahuan menonton konten porno jangan kita marahi. Memarahi hanya akan mendorongnya mencari cara tak ketahuan. Terutama untuk ibu, justru temani dia mengeksplorasi hal tersebut, dan beritahu apa maksud dari apa yang ditontonnya 'itu' secara wajar. Tentu secara baik-baik bilang bahwa itu bukan porsinya saat ini dan apa akibatnya jika tidak dia berlaku seperti yang ada dalam konten porno tersebut. Suatu hari Ia kian mandiri, memorinya tersebut akan menurunkan hormon-hormon saat Ia mau mengakses konten porno tersebut, Ia akan berkata, "wah, dulu ada beliau yang justru merangkulku saat aku salah dan meluruskan jalanku."

3/20/11

Lulus disitu, cari kerja juga disitu

Tiga tahun lagi, saya sudah begitu senang dengan selesai tugas akhir dan akhirnya diwisuda. Tapi sadarkah kita? Ada yang selalu dibayar selanjutnya untuk sebuah kepuasan. "Karir", sebuah kata yang pasti muncul setelah kata "Lulus".
Karirnya kemana? Untuk itu penting bagi kita mengetahui tempat-tempat yang kita tuju dan bagaimana cara mencapainya. Agar kita lebih siap, 3 tahun sejak sekarang waktu yang lumayan panjang untuk bersiap-siap.
Banyak kualifikasi yang menerima lulusan sistem informasi. Sayang sekali, saya harus katakan mereka itu "menerima", bukan "membutuhkan". Kualifikasinya rata-rata sama yaitu:

  • IPK minimal 3,00
  • TOEFL Score minimal 450
  • Lulusan perguruan tinggi berakreditasi A

Bagi saya, ini sebenarnya kualifikasi yang akan memberikan Anda predikat "hebat". Kualifikasi ini terdapat di Pertamina, BNI46, Bank Mandiri, dan beberapa perusahaan lain yang bukan berbasis teknologi informasi.  Posisi yang ditawarkan hanyalah sebagai management trainee, artinya kita akan masuk perusahaan tersebut sebagai orang belajar. Lebih mendalam lagi, predikat "hebat" tersebut ternyata belum dapat dipercaya untuk memegang sebuah peran dalam kegiatan usaha mereka.
Memang ada juga perusahaan yang mau menerima kualifikasi sistem informasi sebagai sebuah peran langsung. Terdapat di perusahaan Astra, dengan posisi sebagai analis IT. Peranannya nanti adalah untuk mendesain aplikasi komputer untuk menjawab kebutuhan pengguna, selain itu juga menganalisa permintaan dan pasokan persediaan dengan koordinasi terhadap pemasok. Melihat peranannya, kita cukup beruntung berada di jurusan sistem informasi sekarang karena kita mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Jujur, kuliah ini saja bagi saya sudah cukup melelahkan, tapi ternyata nanti kita harus berlelah-lelah lagi mengejar karir. Saya berharap, jangan sampai saya bangga lulus di Grha ITS, tapi cari kerja juga disitu. It is a scary things to know, but a very motivating experience to got it now :D
Hanya ada 2 pilihan yang enak untuk memasuki dunia karir, "dicari orang buat kerja karena keahlian kita" atau "buat lapangan kerja itu sendiri alias jadi entrepreuner".Lebih ekstrim lagi cari kerja yang kita bisa, tapi bukan karena latar belakang kuliah alias buat hobi jadi uang. Persaingan itu terjadi karena ada persamaan, make any differentiation!

3/11/11

Paling setia buat hidupmu

Nurani adalah sesuatu yang diidentikkan dengan sesuatu ada di dalam dada, karena saat ia menyampaikan sesuatu padamu itu, kode-kodenya itu adalah detak jantungmu yang makin keras. Saat kau merasakan sesuatu yang tidak biasa dan bertanya-tanya apa yang harus kau lakukan, disitulah detak jantungmu menguat yang berarti ia ingin memberimu jawaban.
Hati nurani takkan pernah salah. Disanalah Tuhan meniupkan sukma kebaikan dan keburukan agar kita bisa membedakan dan memilih. Ia akan memberimu petunjuk bukan tanpa dasar, suaranya akan sesuai pengaruh yang ditebarkan oleh orang tua, keluarga, adat dan budaya, pengalaman, orang-orang yang pernah kau kagumi kehidupannya, dan buku yang membuatmu terpukau. Semakin kau sering mengabaikan suara nurani itu, lama-lama ia akan terasa hilang dari dirimu, membuatmu suatu hari kebingungan mencari petunjuk sendirian.
Jaman sekarang gini, susah buat menemukan orang yang berani mendengarkan hati nuraninya. Hal tersebut semata-mata karena keiblisan yang telah berhasil merubah dunia ini. Dimana resiko saat kita mendengarkan hati nurani adalah tidak nyaman hidup berdampingan dengan orang-orang yang tak mendengarkan hati nuraninya. Bahkan, yang lebih nyata kini mereka yang mendengarkan nurani belum tentu hidupnya diterima untuk berdampingan.
Inilah core dari masalah kekacauan di dunia ini sekarang. Semua orang berlomba-lomba mengikuti pengaruh pihak yang hanya akan menguntungkannya secara materiil. Karena materi yang dikejar itulah, semua terasa halal. Untuk diajak saja, anak-anak sudah sulit belajar agama. Bahkan yang mau mengajak pun semakin lama semakin punah, mentalnya.
"Percayalah padaku, saat detak jantungmu begitu kuat dalam kegelisahanmu, sungguh aku sedang ingin menolongmu dan memberimu petunjuk. Tak usah pedulikan orang-orang yang akan membuatmu tidak nyaman karena kau dibilang egois saat kau mendengarkanku. Mereka akan pergi darimu saat mereka sudah mendapatkan apa yang mereka mau, tapi aku akan setia menemanimu sampai tidur panjangmu nanti." -Hati Nurani

3/3/11

Hayo, siapa yang salah?!

Entah harus heran atau tidak, pasalnya hal ini cukup tidak membawa ketidaknyamanan. Hal ini bukan yang orang tua kita pernah ajarkan. Merugikan secara langsung ataupun tidak, sadar ataupun tidak.
Langsung saja to the point, masalah di kampus yang sudah jadi rahasia umum ini cukup berat diungkapkan karena berasal dari sebuah distributor ilmu bergengsi nasional. Namun, hati nurani berontak dan harus pecah di dunia maya ini.
Orang tua kita berjuang agar kita bisa sekolah hingga kuliah. Barangkali juga ada yang sujud-sujud sama YMK agar tembus beasiswanya. Selain masalah dalam perkuliahan, pasti siapapun punya masalah lain yang unik.
Setelah melihat bagaimana seseorang bisa kuliah, kini lihat keseharian 'beberapa' dari mereka. Tidakkah mereka begitu menginjak-injak diri mereka sendiri? Saat kuliah masih saja banyak dari mereka yang menghindar untuk duduk di depan, atau saat dosen menjelaskan sesuatu yang mulai rumit, mereka tak berjuang untuk tetap melawan kebingungan yang mereka hadapi. Salahnya mereka malah mengalihkan energi yang ada untuk kepala mereka hanya untuk mengeluh hingga mengobrol kepada temannya.
Anehnya lagi, beratasnamakan 'kekompakan', mereka yang telah menggagalkan dirinya sendiri itu menyalahkan temannya yang berhasil dalam perjuangan bertahan untuk memperhatikan dan menghargai yang sedang membagikan ilmu. Bukankah ini sebuah premanisme? Padahal mereka sebenarnya adalah yang membebani orang-orang yang mau berjuang tersebut.
Dari semua energi yang kita punya, sebagian terbagi ke kepala kita. Untuk membuat suara, mulut hingga tenggorokan cukup memakan energi yang banyak. Alurnya, hidung kita menarik nafas ke paru-paru, setelah itu udara melalui tenggorokan hingga bisa membuat gesekan harmonis yang kita sebut dengan suara. Produksi air ludah jadi meningkat, otak juga ikut berperan menjaga gerak mulut. Perhatikan betapa borosnya energi yang harus keluar hanya untuk bersuara. Kalau suara dalam pembicaraan itu penting, memang harus kita keluarkan. Jika tidak, bukankah itu sebuah pemborosan?
Kembali ke energi untuk kepala kita. Jika mulut kita asik berbicara, maka mata dan telinga kita tidak mendapat alokasi energi yang sesuai. Jadi, disaat kita lelah, artinya energi kita sudah menipis, dan harus menghematnya. Kelelahan itu sering terasa begitu banyak hal yang akan kita kerjakan. Harusnya kita sadar, untuk diam tak bersuara. Biarkan mata ini melihat segala sesuatunya lebih dalam dan telinga yang bisa mendengar lebih bermakna. Hanya dua indera ini yang sanggup menyentuh perasaan tulus yang kita rasakan bersama detak jantung dan pikiran yang jernih dalam tengkorak kepala ini.

2/17/11

Indonesia, negara yang santai

Pemerintah dan tokoh-tokoh nasional terkesan sangat subyektif dalam menyalahkan kebobrokan moral pemuda di negeri ini. Mereka menganggap menghindar dari kemaksiatan itu mudah. Sangat kurang kesadaran akan perbedaan era dan pengaruh yang masuk antara pemuda dan orang tua.
Pengaruh media
Tak seperti dulu, media sebagai pengaruh utama saat ini, sudah mengacu pada kepentingan politik dan bisnis semata. Bisa kita lihat di media massa saat ini, cetak maupun elektronik, pendidikan apa yang telah diajarkan? Doktrin secara tidak langsung untuk mengabaikan inner beauty.
Hiburan-hiburan yang ditampilkan hanya membuat pemuda dan anak sekedar mampu bermimpi, bukan berpikir. Berkhayal akan asiknya hubungan antar lawan jenis, begitu menghalalkan ciuman dan pelukan. Namun, mereka buta akan makna dan hikmah dari kehidupan nyata. Mengurung mereka dalam kehidupan anak kecil, maturity just a theory for them.
Sudah jarang kita lihat acara cerdas cermat atau kisah sejarah, kalau adapun akan diabaikan karena lebih didominasi sinetron yang menampilkan wanita cantik dan lelaki tampan. Beberapa media pula hanya merekayasa sebuah isu agar membingungkan rakyat, menegatifkan pikiran kita terhadap orang, dan mengajarkan argumentasi untuk debat kusir.
Efek pembangunan di Persaingan Bebas
Kurikulum pendidikan kita kini berasalan student centered learning, maksudnya agar pelajar kita lebih mandiri.  Tapi malah yang ada masuk guru-guru tak berkualitas yang santai. Peribahasa yang satu ini memang kasar, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari". Guru hanya sebuah profesi, bukan lagi gelar kehormatan.
Sebenarnya kita belum siap masuk persaingan bebas. Pembentukan pola pikir kita masih belum sempurna. Namun, kini uang yang berbicara.
Lapangan sepak bola yang sebenarnya tempat cukup positif, malah dijadikan taman kota. Manfaatnya memang penghijauan, tapi ada saja pasangan muda-mudi yang menjadikannya sebagai pelarian jam sekolah. Seakan-akan itu wajar saja kita memandangnya.

Kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Tak salah pemerintah kini mau memblokir pornografi. Namun, kalau gak ngebokep mereka mau ngapain, masa langsung  'mempraktekkannya'?? Jika mereka sibuk akan suatu hal yang lain, mungkin sekedar update status di jejaring sosial mereka takkan sempat.
Realita di media dan hasil pembangunan, negara ini memang memfasilitasi kita untuk santai. Santai memang perlu, tapi ada sibuknya dulu dan berhasil kalau perlu. Enjoy Indonesia !

2/15/11

Mr. & Mrs. Skill

Pagi awal semester 2 ini lagi-lagi diceramahi tentang softskill. Kalau dulu dari jurusan, kali ini langsung dari pihak ITS pusat. Sebuah pertemuan yang diadakan BEM ITS untuk sosialisai SKEM, satuan kegiatan ekstrakulikuler mahasiswa.
SKEM adalah sebuah progam ITS untuk meningkatkan dan mengapresiasi kegiatan mahasiswa yang positif di luar perkuliahan formal. Setiap kegiatan ekstra yang dilaksanakan selama aktif menjadi seorang mahasiswa, mereka mendapatkan poin SKEM tertentu dengan menunjukkan bukti partisipasi (sertifikat atau surat tugas). ITS sendiri menjadikan 1000 poin SKEM sebagai syarat sah diwisudanya S1, sedangkan untuk D3 sejumlah 750.
Soft-skill & Hard-skill, who are they?
Soft-skill adalah segala bentuk kompetensi yang mengarah kepada kepribadian, attitude, dan kesehatan pola berpikir. Contoh dari soft-skill diantaranya kepemimpinan dan mempengaruhi, mampu bekerja sama dan beradaptasi, etika dan integritas, kemampuan berkomunikasi, menarik perhatian dan berempati, berpikir positif dan memunculkan ide baru, dls.
Hard-skill adalah kapabilitas yang setiap individu akan bawa ke dalam lingkungan sebaga core manfaat. Hard-skill setiap orang berbeda-beda, mereka akan saling melengkapi. Contohnya ada kemampuan berhitung, menganalisa, merancang, membangun, eksekusi, memasarkan, birokrasi, dls. Tinggal disesuaikan pada lingkup aktivitas bisnisnya.
Soft-skill vs Hard-skill
Topik ini masih cukup hangat dibilangan pasar SDM terkini. Hasil riset menunjukkan bahwa soft-skill seorang pelamar kerja berperngaruh 80%, sedangkan apa yang kita pelajari selama kuliah hanya dilirik 20% saja. Hal ini berlaku juga jika kita ingin 'melamar' menjadi wirausaha sukses, maksudnya usaha yang dibangun sukses ternyata dilatarbelakangi oleh entrepreneur yang soft-skill-nya mumpuni. Ingat, buka usaha itu bukan sekedar ada barang, tapi juga harus dijual.
Pengembagan soft-skill di ITS
Presiden BEM ITS, Dalu Nuzlul Kirom, dalam sambutannya memaparkan bahwa IP yang tertera dalam ijazah hanya akan mengantarkan kita sampai meja interview, selanjutnya ditentukan dari apa yang keluar dari mulut dan gerak-gerik kita selama berhadapan dengan interviewer. Menurutnya, tanpa SKEM pun harusnya mahasiswa antusias ikut ekstra ini-itu, toh ini untuk dirinya sendiri juga. Tentu tetap mengutamakan studi yang diambil.
Pembantu Rektor III, Prof. Suasmoro, yang menangani konsep SKEM di ITS ini memberikan alasan mengapa SKEM jadi penting diperhatikan, bagi mahasiswa dan institusi. Sebenarnya ini kemauannya stakeholder, ITS ini pabrik SDM. Pengembangan soft-skill pada teknisnya ITS membagi menjadi 4 klasifikasi, yaitu: Penalaran dan Keilmuan, Minat dan Bakat, Organisasi dan Manajemen, dan Kepedulian Sosial.
Kesimpulan
Kita semua pasti ingin mempunyai ayah dan ibu pada waktu yang bersamaan, mohon maaf sebelumnya atas analogi saya bagi yang ayah/ibunya telah tiada. Begitulah Mr. & Mrs. Skill, mereka bisa jadi orang tua untuk membimbing kita menjadi manfaat bagi lingkungan.
Analogi lain, soft-skill adalah body, interior, dan aksesoris mobil sedangkan hard-skill adalah mesinnya. Percuma mesinnya canggih, kencang, irit, eco-friendly tapi memalukan untuk dinaiki karena body dan interiornya yang jelek. Kita pun tak mau jadi mobil yang bagus body dan interiornya, tapi sering mogok, boros bahan bakar, dan gak bisa ngebut.

1/18/11

Resiko jadi orang Baik

Predikat "baik" memiliki arti masing-masing bagi berbagai orang. Tinggal pastikan saja bahwa pemberian predikat baik yang sebenarnya adalah yang ditinjau secara universal dan tidak berdasarkan alasan politis. Sebagai persepsi awal, kita semua menyadari nobody perfect in this world! yeah, it’s true!…

Resiko yang pertama adalah saat kita berdakwah atau menyampaikan seruan kebaikan. Kita cepat atau lambat akan segera diuji dengan apa yang kita serukan itu sendiri. Misalkan kita baru saja berbagi dengan seseorang mengenai kesabaran, tanpa kita sadari tiba-tiba berikutnya kita diuji untuk tetap sabar dalam suatu kondisi yang membakar amarah.

Berikutnya adalah tantangan kepercayaan yang dibebankan lingkungan kepada Anda. Sebagai orang baik, masyarakat tak akan lagi ragu untuk meberikan Anda sebuah peran. Tantangannya adalah saat peran tersebut terus bertambah dan berbalik menjadi beban karena peran apapun ada masalahnya. Saat dimana kita harus bertahan untuk sabar dan ikhlas. Situasinya nanti adalah sebuah status quo yang ancamannya merupakan bunuh diri karakter.

Kepercayaan manapun menyerukan umatnya untuk berbuat baik. Karena berbuat baik walaupun ternyata beresiko, ada manfaatnya termasuk di resikonya tersebut. Sebagai dampak kita harus menjadi khalifah di muka bumi, Tuhan sungguh merancang ketidaksia-siaan konsep kehidupan itu agar kita lebih mudah dalam mengabdi kepada-Nya. Sebagai orang baik, saat kita membutuhkan bantuan pasti tak perlu lama ditunggu. Amin..

Pemimpin ialah pengaruh sebagai petunjuk, maka jadilah pemimpin yang baik. Resiko adalah faktor pengali dalam mencapai kesuksesan, semakin besar resiko pada usaha yang biasa-biasa saja mengalahkan usaha besar pada resiko kecil.

1/17/11

Dasar Munafik !

Judul ini ditujukan bagi hampir seluruh umat manusia dunia yang merasa tak nyaman dengan hidupnya sendiri. Orang-orang yang mengeluh, yang merasa tidak dibutuhkan dan hampa. Mari kita telaah mengapa sampai kita sebagai manusia dapat merasakan segitunya.

Kita semua adalah free-man (preman, red), menjunjung kebebasan. Merasa terinjak-injak saat diatur, tapi tak ada bersama kita jika kita tidak mau diatur. Untuk mendapatkan tempat yang layak bagi kita sebagai pencari kebebasan, bertindak dan bersosialisasilah tanpa membatasi kebebasan orang lain. Salah satu cara kita untuk diterima dan menghilangkan kegelisahan pribadi.

Ungkapan terima kasih adalah sebuah janji kita terhadap diri sendiri, bukan sekedar ungkapan apresiasi. Jika dipisah menjadi 2 kata dari frase tersebut, disusun dari kata terima dan kasih, dua kata yang antonim. Maknanya adalah saat kita menerima, lalu mengucapkan terima kasih, kita berjanji akan kembali memberi (kasih) di masa depan walaupun bukan bagi yang memberikan kita sesuatu itu.

Apa yang telah kita pikirkan tentang pemerintah? Hidup di negara yang kita akui serba semrawut ini, membuat kita tak bisa begitu menghargai mereka di gedung-gedung megah sana. Kita menganggap bahwa hidup kita saat ini karena usaha kita sendiri dan tak menganggap adanya peran positif pemerintah. Walau hanya segelintir peran dari mereka yang tak begitu memuaskan, tetap saja kita masih enggan untuk menganggapnya ada. Maknanya adalah, selama ini kita suka berada pada posisi sudah berperan tapi tak ada apresiasi yang kita terima. Bukankah begitu juga kita telah perlakukan pemerintah kita.

 

Intinya di dunia ini berlaku yang namanya hukum karma. Namun, bukan hukum karma yang tidak berkesinambungan, itu tergantung kepercayaan kita masing-masing. Saat kita tidak menghargai orang lain, maka kita harus siap untuk tidak dihargai orang lain. Saat kita mengkritik pihak lain, maka bersiaplah ada pihak lain lagi yang akan segera mengkritik kita.Saat kita melalaikan tanggung jawab terhadap orang lain bahkan diri sendiri, saat itu pula kita sebenarnya minta untuk tak lagi diperhatikan.

Semoga hari demi hari kita senantiasa kian mencerah :)

1/16/11

Yang kita diajari saat kecil, kita harus tinggalkan saat dewasa

Politik yang punya pasar SDM, mau orang yang begini begitu dan bisa ini itu. Mata rantainya memang panjang, tapi yang bisa dibilang awal adalah ambisi kekuasaan. Menyuruh dengan cara mempengaruhi, mendoktrin pemikiran si pemilik ambisi.
Banyak orang hari ini benar-benar pasrah, menerima status quo. Ya, politik adalah status quo-nya setiap orang. Jika politik yang punya pasar SDM, bagaimana sebenarnya kondisi politik itu sendiri?
Waktu kecil, orang tua kita mengajarkan untuk ikhlas dan tulus dalam memberi dan berbuat positif bagi orang lain. Ayah kita mengajak ke masjid untuk sholat, memangku kita selama khotbah, saat kotak amal lewat ia meminta kita yang memasukkan uang ke dalamnya. Saat ada teman kita main ke rumah, tak ragu ibu kita untuk bilang "ayo, temennya diajak makan...". Itu hanya baru segelintir. Namun, kini saat kita sudah beranjak dewasa justru kita berpikir ketika akan berbuat bagi orang lain. Apa untungnya bagi saya? Siapa saja yang melihat? Orang lain pasti menganggap saya baik, makin gampang deh ntar buat jadi ketua HIMA!
Jujur adalah mata uang dunia. Namun, tetap rupiah yang bisa buat beli rumah mewah, mobil built-up, saham disana-sini, sky dining tiap malam minggu. Tembok-tembok uang telah membuat siapapun tak peduli dengan kejujurannya sendiri, keluarga dan saudaranya, anak didiknya, rekan kerjanya.
Saat dipertemukan dengan teman/rekan ayah atau ibu kita, di Indonesia kita akan menyalaminya dengan cium tangan. Artinya bahwa kita memang menghormati yang lebih tua. Namun eh namun lagi, "kini kan kita sudah dewasa, Indonesia negara demokrasi, suka-suka dong mau ngomong apa...". Kita tak pernah mau mengerti bagaimana berposisi menjadi matang setelah dewasa. Siapapun akan jadi pemimpin. Kita nanti dikritik bahkan dijatuhkan oleh orang-orang yang baru diranah kita, dan saat itu kita hanya bisa pasrah karena mau menafkahkan keluarga.
Mengaku saja, "jika tidak hedonis, apa yang terjadi pada kita? Tanpa uang, patutkah seseorang itu kita hormati?" itukah yang ada di pikiran kita?.
Sebagai kesimpulan terekspresi dalam beberapa frase berikut: "Ketulusan nantinya berlaku syarat dan ketentuan", "Uang sudah jadi komoditas pemikiran", "Ngapain tersesat di jalan kebenaran?", "Dulu cium tangannya, sekarang cium dulu uangnya baru tangannya".  

What should you do? Balik jadi anak kecil aja yuk! :D

1/9/11

'Membersihkan' orang-orang (yang mungkin) bersih

Pandangan terhadap negara ini begitu suram alias negatif. Seumpama dalam menempati sebuah negara menggunakan hukum pasar, siapa yang mau beli tempat tinggal bernama Indonesia. Pengelolanya saja kacau begitu, aturannya semrawut dan fifty-fifty untuk dipatuhi.
Namun itu dulu, sekarang?? Sudah banyak perkembangan yang megikis kotoran di hati masyarakat. Membuat mereka lega karena kekecewaan itu kian ditekan pemerintah dengan kinerjanya. Tapi tunggu dulu, itu juga kisah kemarin.
Semenjak 'borok-borok' itu dikikis, bau nanahnya mencolok ke hidung masyarakat. Sebut saja dalam posting kali ini terdapat seorang Gayus Tambunan. Tanpa bisa menyalahkan Ia seorang, memang ada seorang dalang yang sedang memainkannya di belakang layar.
KPK sebagai 'makhluk suci' di negara ini pun kini linglung dengan harus memperkarakan dirinya sendiri. Namanya mau berbuat baik, ada saja pasti yang tidak suka, yaitu jelas orang jahat terlebih yang KPK harus basmi. Kini Gayus pun dihadirkan untuk menyeret kesucian itu ke lumpur bersamanya, atau benar-benar menumbangkan keperkasaan hanya jadi kayu lapuk.
'Borok' yang begitu besar di tubuh POLRI memang tak mungkin lagi disembunyikan. Hari ini, siapa yang tidak akan berpikir negatif begitu mendengar profesi polisi. Namun, tetap saja ada warna dalam sebuah organisasi, yakinlah ada bintik-bintik putih yang terdominasi. Lagi-lagi GT itu dihadirkan untuk menyempurnakan lukisan POLRI menjadi semakin hitam dengan memborong beberapa nama menuju meja yang ada ketok palunya.
Dari akal-akalan dalang berupa sebuah paspor, kini Patrialis Akbar jadi calon mantan Menkumham. Tak mungkin beliau harus memperhatikan tiap-tiap pemohon paspor. Entah sebesar apa kasus GT ini? Peranan media jadi parameter penegakan hukum, jujur saja agak mengurangi kesyahwatan keadilan di negara ini. Jika kasus ini tak digembar-gemborkan media, akankah penyalahan pihak soal paspor itu sampai ke tingkat menteri?
Bukan maksud membela siapapun atau menyalahkan suatu pihak atau kalangan tertentu. Hanya ingin membuka mata hati setiap yang terbawa euforia dan bara api emosi.

1/3/11

Goals Imaging

    Jika kita ditanya seberapa penting penampilan, mungkin beberapa dari kita akan menjawab penting jika kita adalah orang operasional, lalu mungkin juga beberapa akan menjawab tidak begitu penting sebagai orang teknis. Doktrin yang selama ini beredar, terutama bagi orang teknis, penampilan itu yang penting nyaman. Yak, benar sekali. Namun, lebih baik lagi kita menyamankan diri kita dengan situasi apapun karena orang seperti itulah yang akan lebih dicari dan bermanfaat bagi siapapun.
    Penampilan fisik adalah salah satu dari image/citra diri kita bagi orang lain. Disamping itu terdapat sikap yang harus kita terapkan agar kita laku dipasaran terkain kapabilitas kita di bidang tertentu. Soalnya kita adalah manusia biasa, bukan robot ataupun mesin, situasi yang sedang meradang pada diri kita akan ikut menentukan performansi kinerja dan profesionalitas kita, melibatkan ataupun tidak melibatkan orang lain.
    Bagi kita yang masih menganggap image tidak perlu terlalu diperhatikan, sadar atau tidak, kita selama ini lebih senang pada orang yang ganteng/cantik. Banyak orang dijauhi karena jorok. Mengapa begitu? Karena orang lain ingin merasa nyaman dan dihargai dimanapun ia berada. Lawan urusan kita merasa nyaman karena melihat kita niat untuk bertemu dengannya, artinya ia merasa dihargai.
    Believing is buying, ini berhubungan dengan kapabilitas kita dan cara kita menjualnya kepada industri. Jika kita sakit dan datang ke sebuah rumah sakit, yakinkah kita untuk diobati dokter yang berdkitan tidak seperti layaknya dokter? Yakinkah kita akan membeli kosmetik dari orang yang tidak bisa berdandan? Bagi kita yang membuka diri pasti akan menjawb tidak.
    Sekarang kita masuk pada bagaimana cara membangun citra/image pada diri kita. Pertama kenali dulu apa potensi kita, termasuk apa yang kita suka dan tidak suka. Lalu bulatkan apa yang kita tuju dan lakukan demi menuju kesana. Konsistenlah pada tujuan tersebut, jadikan itu sebagai citra diri kita yang sesuai. Bercitralah kita selayaknya mahasiswa, pengajar, pegawai, manager, jurnalis, montir, progammer, sales, office boy, sekretaris, seniman, musisi, EO, frontliner, atau apapun itu. Mudahkan orang lain untuk menebak apa kita ini sebenarnya. Seorang progammer bisa jadi hanya dianggap sebagai office boy karena karena ia tak mampu membangun image.
    Tingkat intelektualitas dan kapabilitas kita bagi orang lain tergantung cara kita bersikap, berpenampilan, dan berlisan. "Tell me what you eat and I'll tell what you are.", begitulah pepatah orang barat. Kita memang akan 'menipu' orang lain dengan membangun image dan memanipulasinya sesuai tujuan kita dan kebutuhan industri. Menjadi ancaman sosial bagi kita jika manipulasi tersebut tidak dibarengi dengan kapabilitas kita.

1/1/11

.ID

Selama ini kita sebagai orang Indonesia pasti tidak asing lagi dengan situs-situs yang alamatnya berujung ".id", apalagi bagi orang-orang yang sudah bisa membaca artikel ini alias yang sudah kenal internet. ".id" tersebut adalah TLD untuk Indonesia. TLD adalah singkatan dari Top Level Internet Domain, atau dalam bahasa Indonesia yang baku disebut dengan "ranah internet tingkat teratas". Tetapi saya disini bukan mau membahas panjang lebar apa TLD itu. Yang jelas kita sudah bisa menebak bahwa setiap situs yg berujung ".id" itu pasti berbahasa Indonesia.

Dalam tulisan ini saya mengajak untuk memaknai sangat dalam TLD ".id" yang sudah kita dapat tersebut.
.id bukan hanya berarti IDentitas situs web Indonesia, namun sebagai IDentitas yang harus kita jaga nama baiknya.
.id mengacu pada sifat kita yang seharusnya benar-benar InDependen, kuat dari tekanan dan mementingkan aspirasi rakyatnya di ranah internasional.
.id bisa berarti IDola, yang dikagumi bangsa-bangsa lain karena prestasi positif. Bukan terkenal karena sebagai salah satu negara terkorup ataupun cap sebagai tempatnya teroris.

Lalu khusus pesan saya bagi penyelenggara negara ini, saudara-saudari bekerja di institusi dengan alamat situs web berujung ".go.id", maka bawalah kemajuan kepada negeri ini. Go! Indonesia..

Masihkah kita mau menyesal??

Pak Joko adalah seorang tua yang tinggal di sebuah gubuk di tengah pematang sawah bersama keluarganya. Setiap hari pekerjaannya adalah seorang penjual gabah dari para petani di sawah. Ia membawa barang dagangannya dengan memikulnya pada 2 buah keranjang, lalu ia pergi ke pinggir jalan raya untuk menumpang di bak truk sampai ke pasar kota. Selalu itu rangkaian hari-harinya demi menghidupi keluarganya.
Sampai pada suatu hari, tongkat pemikul yang selalu digunakan Pak Joko patah saat ia sedang berjalan di pematang sawah sehingga seluruh gabah yang dibawanya jatuh ke lumpur sawah. Pak Joko pun merasa begitu kecewa terhadap dirinya sendiri. Ia kembali ke rumahnya dengan raut muka cemberut karena tak bisa menyuap nasi kepada keluarganya hari ini. Sebagai efeknya, Pak Joko juga menjadi sangat pemarah terhadap istri dan anak-anaknya karena ia masih merasa jengkel. Ia hanya berulang-ulang membahas betapa bodohnya dia tak pernah mengganti tongkat pemikulnya itu.
Pada sore hari, seorang petani bernama Pak Iskak yang hendak pulang melihat Pak Joko sedang duduk-duduk di depan gubuknya dengan raut wajahnya yang tidak enak. Pak Iskak pun menyapa Pak Joko "Pak Joko, ada masalah apa?", lalu Pak Joko pun menceritakan apa yang ia alami hari ini. Namun Pak Iskak malah merespon dengan sebuah berita, "lho?? Pak Joko tidak tahu ya, truk yang biasa membawa penduduk desa ke kota pagi tadi kecelakaan, supir dan kernetnya meninggal dunia". Seketika mendengar berita tersebut, Pak Joko malah berkata "Alhamdulillah..." (bukannya innalillahi??). Raut wajahnya pun menjadi berseri-seri karena ia terharu Allah SWT ternyata bukan memberikannya musibah, namun ternyata sebuah pertolongan. Subhanallah....

Kisah inspirasi dari Bapak Suharjupri, dosen Matematika FMIPA-ITS
D3 Teknik Sipil ITS, 12 Agustus 2010

Speaking isn't Talking

Public Speaking, berbicara di depan umum, merupakan salah satu bagian dari Public Exposing. Mencitrakan seperti apa diri kita kepada umum dan orang lain. Diantaranya lagi dari public exposing adalah menulis ilmiah populer yang pernah kita bahas awal-awal adanya blog ini. Menulis dan Berbicara sebagai self exposing to public sama-sama membuat orang lain mempunyai bahan penilaian terhadap pribadi kita, takkan tersembunyikan.
Public speaking is a life skill, sekali bisa maka tidak diragukan selanjutnya. Karena itu, cara kita untuk mampu berbicara adalah dengan berlatih tiada henti. Ambil kesempatan sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan pengalaman berbicara agar punya bahan evaluasi untuk peninggkatan selanjutnya.
Tak berbeda dengan menulis ilmiah populer, tujuan dari public speaking yang pertama adalah to inform, bukan to tell, artinya yang kita sampaikan memang penting dan berdasar hal yang rasional serta kita setidaknya pahami bahkan kuasai. Kedua, to entertain, buat pendengar kita merasa tertarik atas apa yang kita bicarakan. Berarti yang perlu diingat selanjutnya adalah berbicara sesuai latar belakang pendengar, tidak menggunakan bahasa yang akan 'memperkosa' kemampuan nalarnya. Namun karena interaksi dengan berbicara itu live, sangat tidak patut untuk mempermalukan audien(s) atau lawan bicara.
Mirza Wardana, sebagai inspirasi dalam tulisan ini, juga memaparkan tentang Teknik Vokal yang setiap orang punya khas masing-masing namun tinggal diwajarkan sesuai permintaan pendengarnya. Soal vokal, diantaranya adalah Intonasi (pelaguan), Aksentuasi (penekanan), Artikulasi (kejelasan pengucapan), dan Infleksi. Selanjutnya soal tampilan kita saat berbicara yang perlu diperhatikan adalah Eye Contact, Gesture (gerakan) yang sewajarnya, penyisipan humor, dan yang paling penting adalah Senyum. Juga disinggung soal pemenggalan, itu hanyalah persoalan personal sesuai kekuatan nafasnya masing-masing. Akan terlatih jika sering menulis, ternyata.
Mirza juga berbagi bagaimana kita bisa sukses mencapai apa yang kita inginkan dari mimpi atas apa yang kita bisa, yaitu: Understand ourself, Know our Dreams, Set our Goals, and Start represent it to 'industry' needs!