3/20/11

Lulus disitu, cari kerja juga disitu

Tiga tahun lagi, saya sudah begitu senang dengan selesai tugas akhir dan akhirnya diwisuda. Tapi sadarkah kita? Ada yang selalu dibayar selanjutnya untuk sebuah kepuasan. "Karir", sebuah kata yang pasti muncul setelah kata "Lulus".
Karirnya kemana? Untuk itu penting bagi kita mengetahui tempat-tempat yang kita tuju dan bagaimana cara mencapainya. Agar kita lebih siap, 3 tahun sejak sekarang waktu yang lumayan panjang untuk bersiap-siap.
Banyak kualifikasi yang menerima lulusan sistem informasi. Sayang sekali, saya harus katakan mereka itu "menerima", bukan "membutuhkan". Kualifikasinya rata-rata sama yaitu:

  • IPK minimal 3,00
  • TOEFL Score minimal 450
  • Lulusan perguruan tinggi berakreditasi A

Bagi saya, ini sebenarnya kualifikasi yang akan memberikan Anda predikat "hebat". Kualifikasi ini terdapat di Pertamina, BNI46, Bank Mandiri, dan beberapa perusahaan lain yang bukan berbasis teknologi informasi.  Posisi yang ditawarkan hanyalah sebagai management trainee, artinya kita akan masuk perusahaan tersebut sebagai orang belajar. Lebih mendalam lagi, predikat "hebat" tersebut ternyata belum dapat dipercaya untuk memegang sebuah peran dalam kegiatan usaha mereka.
Memang ada juga perusahaan yang mau menerima kualifikasi sistem informasi sebagai sebuah peran langsung. Terdapat di perusahaan Astra, dengan posisi sebagai analis IT. Peranannya nanti adalah untuk mendesain aplikasi komputer untuk menjawab kebutuhan pengguna, selain itu juga menganalisa permintaan dan pasokan persediaan dengan koordinasi terhadap pemasok. Melihat peranannya, kita cukup beruntung berada di jurusan sistem informasi sekarang karena kita mendapatkan materi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Jujur, kuliah ini saja bagi saya sudah cukup melelahkan, tapi ternyata nanti kita harus berlelah-lelah lagi mengejar karir. Saya berharap, jangan sampai saya bangga lulus di Grha ITS, tapi cari kerja juga disitu. It is a scary things to know, but a very motivating experience to got it now :D
Hanya ada 2 pilihan yang enak untuk memasuki dunia karir, "dicari orang buat kerja karena keahlian kita" atau "buat lapangan kerja itu sendiri alias jadi entrepreuner".Lebih ekstrim lagi cari kerja yang kita bisa, tapi bukan karena latar belakang kuliah alias buat hobi jadi uang. Persaingan itu terjadi karena ada persamaan, make any differentiation!

3/11/11

Paling setia buat hidupmu

Nurani adalah sesuatu yang diidentikkan dengan sesuatu ada di dalam dada, karena saat ia menyampaikan sesuatu padamu itu, kode-kodenya itu adalah detak jantungmu yang makin keras. Saat kau merasakan sesuatu yang tidak biasa dan bertanya-tanya apa yang harus kau lakukan, disitulah detak jantungmu menguat yang berarti ia ingin memberimu jawaban.
Hati nurani takkan pernah salah. Disanalah Tuhan meniupkan sukma kebaikan dan keburukan agar kita bisa membedakan dan memilih. Ia akan memberimu petunjuk bukan tanpa dasar, suaranya akan sesuai pengaruh yang ditebarkan oleh orang tua, keluarga, adat dan budaya, pengalaman, orang-orang yang pernah kau kagumi kehidupannya, dan buku yang membuatmu terpukau. Semakin kau sering mengabaikan suara nurani itu, lama-lama ia akan terasa hilang dari dirimu, membuatmu suatu hari kebingungan mencari petunjuk sendirian.
Jaman sekarang gini, susah buat menemukan orang yang berani mendengarkan hati nuraninya. Hal tersebut semata-mata karena keiblisan yang telah berhasil merubah dunia ini. Dimana resiko saat kita mendengarkan hati nurani adalah tidak nyaman hidup berdampingan dengan orang-orang yang tak mendengarkan hati nuraninya. Bahkan, yang lebih nyata kini mereka yang mendengarkan nurani belum tentu hidupnya diterima untuk berdampingan.
Inilah core dari masalah kekacauan di dunia ini sekarang. Semua orang berlomba-lomba mengikuti pengaruh pihak yang hanya akan menguntungkannya secara materiil. Karena materi yang dikejar itulah, semua terasa halal. Untuk diajak saja, anak-anak sudah sulit belajar agama. Bahkan yang mau mengajak pun semakin lama semakin punah, mentalnya.
"Percayalah padaku, saat detak jantungmu begitu kuat dalam kegelisahanmu, sungguh aku sedang ingin menolongmu dan memberimu petunjuk. Tak usah pedulikan orang-orang yang akan membuatmu tidak nyaman karena kau dibilang egois saat kau mendengarkanku. Mereka akan pergi darimu saat mereka sudah mendapatkan apa yang mereka mau, tapi aku akan setia menemanimu sampai tidur panjangmu nanti." -Hati Nurani

3/3/11

Hayo, siapa yang salah?!

Entah harus heran atau tidak, pasalnya hal ini cukup tidak membawa ketidaknyamanan. Hal ini bukan yang orang tua kita pernah ajarkan. Merugikan secara langsung ataupun tidak, sadar ataupun tidak.
Langsung saja to the point, masalah di kampus yang sudah jadi rahasia umum ini cukup berat diungkapkan karena berasal dari sebuah distributor ilmu bergengsi nasional. Namun, hati nurani berontak dan harus pecah di dunia maya ini.
Orang tua kita berjuang agar kita bisa sekolah hingga kuliah. Barangkali juga ada yang sujud-sujud sama YMK agar tembus beasiswanya. Selain masalah dalam perkuliahan, pasti siapapun punya masalah lain yang unik.
Setelah melihat bagaimana seseorang bisa kuliah, kini lihat keseharian 'beberapa' dari mereka. Tidakkah mereka begitu menginjak-injak diri mereka sendiri? Saat kuliah masih saja banyak dari mereka yang menghindar untuk duduk di depan, atau saat dosen menjelaskan sesuatu yang mulai rumit, mereka tak berjuang untuk tetap melawan kebingungan yang mereka hadapi. Salahnya mereka malah mengalihkan energi yang ada untuk kepala mereka hanya untuk mengeluh hingga mengobrol kepada temannya.
Anehnya lagi, beratasnamakan 'kekompakan', mereka yang telah menggagalkan dirinya sendiri itu menyalahkan temannya yang berhasil dalam perjuangan bertahan untuk memperhatikan dan menghargai yang sedang membagikan ilmu. Bukankah ini sebuah premanisme? Padahal mereka sebenarnya adalah yang membebani orang-orang yang mau berjuang tersebut.
Dari semua energi yang kita punya, sebagian terbagi ke kepala kita. Untuk membuat suara, mulut hingga tenggorokan cukup memakan energi yang banyak. Alurnya, hidung kita menarik nafas ke paru-paru, setelah itu udara melalui tenggorokan hingga bisa membuat gesekan harmonis yang kita sebut dengan suara. Produksi air ludah jadi meningkat, otak juga ikut berperan menjaga gerak mulut. Perhatikan betapa borosnya energi yang harus keluar hanya untuk bersuara. Kalau suara dalam pembicaraan itu penting, memang harus kita keluarkan. Jika tidak, bukankah itu sebuah pemborosan?
Kembali ke energi untuk kepala kita. Jika mulut kita asik berbicara, maka mata dan telinga kita tidak mendapat alokasi energi yang sesuai. Jadi, disaat kita lelah, artinya energi kita sudah menipis, dan harus menghematnya. Kelelahan itu sering terasa begitu banyak hal yang akan kita kerjakan. Harusnya kita sadar, untuk diam tak bersuara. Biarkan mata ini melihat segala sesuatunya lebih dalam dan telinga yang bisa mendengar lebih bermakna. Hanya dua indera ini yang sanggup menyentuh perasaan tulus yang kita rasakan bersama detak jantung dan pikiran yang jernih dalam tengkorak kepala ini.