3/3/11

Hayo, siapa yang salah?!

Entah harus heran atau tidak, pasalnya hal ini cukup tidak membawa ketidaknyamanan. Hal ini bukan yang orang tua kita pernah ajarkan. Merugikan secara langsung ataupun tidak, sadar ataupun tidak.
Langsung saja to the point, masalah di kampus yang sudah jadi rahasia umum ini cukup berat diungkapkan karena berasal dari sebuah distributor ilmu bergengsi nasional. Namun, hati nurani berontak dan harus pecah di dunia maya ini.
Orang tua kita berjuang agar kita bisa sekolah hingga kuliah. Barangkali juga ada yang sujud-sujud sama YMK agar tembus beasiswanya. Selain masalah dalam perkuliahan, pasti siapapun punya masalah lain yang unik.
Setelah melihat bagaimana seseorang bisa kuliah, kini lihat keseharian 'beberapa' dari mereka. Tidakkah mereka begitu menginjak-injak diri mereka sendiri? Saat kuliah masih saja banyak dari mereka yang menghindar untuk duduk di depan, atau saat dosen menjelaskan sesuatu yang mulai rumit, mereka tak berjuang untuk tetap melawan kebingungan yang mereka hadapi. Salahnya mereka malah mengalihkan energi yang ada untuk kepala mereka hanya untuk mengeluh hingga mengobrol kepada temannya.
Anehnya lagi, beratasnamakan 'kekompakan', mereka yang telah menggagalkan dirinya sendiri itu menyalahkan temannya yang berhasil dalam perjuangan bertahan untuk memperhatikan dan menghargai yang sedang membagikan ilmu. Bukankah ini sebuah premanisme? Padahal mereka sebenarnya adalah yang membebani orang-orang yang mau berjuang tersebut.
Dari semua energi yang kita punya, sebagian terbagi ke kepala kita. Untuk membuat suara, mulut hingga tenggorokan cukup memakan energi yang banyak. Alurnya, hidung kita menarik nafas ke paru-paru, setelah itu udara melalui tenggorokan hingga bisa membuat gesekan harmonis yang kita sebut dengan suara. Produksi air ludah jadi meningkat, otak juga ikut berperan menjaga gerak mulut. Perhatikan betapa borosnya energi yang harus keluar hanya untuk bersuara. Kalau suara dalam pembicaraan itu penting, memang harus kita keluarkan. Jika tidak, bukankah itu sebuah pemborosan?
Kembali ke energi untuk kepala kita. Jika mulut kita asik berbicara, maka mata dan telinga kita tidak mendapat alokasi energi yang sesuai. Jadi, disaat kita lelah, artinya energi kita sudah menipis, dan harus menghematnya. Kelelahan itu sering terasa begitu banyak hal yang akan kita kerjakan. Harusnya kita sadar, untuk diam tak bersuara. Biarkan mata ini melihat segala sesuatunya lebih dalam dan telinga yang bisa mendengar lebih bermakna. Hanya dua indera ini yang sanggup menyentuh perasaan tulus yang kita rasakan bersama detak jantung dan pikiran yang jernih dalam tengkorak kepala ini.

2 comments:

  1. great! buka mata hati telinga dan sinergikan ketiganya dengan otak dan perasaan kita.

    ReplyDelete