1/16/11

Yang kita diajari saat kecil, kita harus tinggalkan saat dewasa

Politik yang punya pasar SDM, mau orang yang begini begitu dan bisa ini itu. Mata rantainya memang panjang, tapi yang bisa dibilang awal adalah ambisi kekuasaan. Menyuruh dengan cara mempengaruhi, mendoktrin pemikiran si pemilik ambisi.
Banyak orang hari ini benar-benar pasrah, menerima status quo. Ya, politik adalah status quo-nya setiap orang. Jika politik yang punya pasar SDM, bagaimana sebenarnya kondisi politik itu sendiri?
Waktu kecil, orang tua kita mengajarkan untuk ikhlas dan tulus dalam memberi dan berbuat positif bagi orang lain. Ayah kita mengajak ke masjid untuk sholat, memangku kita selama khotbah, saat kotak amal lewat ia meminta kita yang memasukkan uang ke dalamnya. Saat ada teman kita main ke rumah, tak ragu ibu kita untuk bilang "ayo, temennya diajak makan...". Itu hanya baru segelintir. Namun, kini saat kita sudah beranjak dewasa justru kita berpikir ketika akan berbuat bagi orang lain. Apa untungnya bagi saya? Siapa saja yang melihat? Orang lain pasti menganggap saya baik, makin gampang deh ntar buat jadi ketua HIMA!
Jujur adalah mata uang dunia. Namun, tetap rupiah yang bisa buat beli rumah mewah, mobil built-up, saham disana-sini, sky dining tiap malam minggu. Tembok-tembok uang telah membuat siapapun tak peduli dengan kejujurannya sendiri, keluarga dan saudaranya, anak didiknya, rekan kerjanya.
Saat dipertemukan dengan teman/rekan ayah atau ibu kita, di Indonesia kita akan menyalaminya dengan cium tangan. Artinya bahwa kita memang menghormati yang lebih tua. Namun eh namun lagi, "kini kan kita sudah dewasa, Indonesia negara demokrasi, suka-suka dong mau ngomong apa...". Kita tak pernah mau mengerti bagaimana berposisi menjadi matang setelah dewasa. Siapapun akan jadi pemimpin. Kita nanti dikritik bahkan dijatuhkan oleh orang-orang yang baru diranah kita, dan saat itu kita hanya bisa pasrah karena mau menafkahkan keluarga.
Mengaku saja, "jika tidak hedonis, apa yang terjadi pada kita? Tanpa uang, patutkah seseorang itu kita hormati?" itukah yang ada di pikiran kita?.
Sebagai kesimpulan terekspresi dalam beberapa frase berikut: "Ketulusan nantinya berlaku syarat dan ketentuan", "Uang sudah jadi komoditas pemikiran", "Ngapain tersesat di jalan kebenaran?", "Dulu cium tangannya, sekarang cium dulu uangnya baru tangannya".  

What should you do? Balik jadi anak kecil aja yuk! :D

No comments:

Post a Comment